Krjogja.com - SLEMAN - Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan komitmen mendukung mahasiswa untuk menjalani perkuliahan hingga tamat. Pihak kampus menyebut, sampai saat ini belum ada mahasiswa yang mengalami Drop Out (DO) karena persoalan pembiayaan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
"Belum pernah ada cerita mahasiswa DO (dropout) karena tidak mampu membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal). UGM selalu berkomitmen dan akan terus berkomitmen membantu mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang menguntungkan,” ungkap Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Prof. Supriyadi, pada wartawan dalam Pojok Bulaksumur, Rabu (8/2/2023) kemarin.
Supriyadi menjelaskan, berbagai capaian, prestasi dan pengakuan yang diberikan berbagai lembaga akreditas dan pemeringkatan menunjukkan kualitas pendidikan di UGM juga sumber daya yang dimiliki. Meski demikian, menurut Supriyadi, untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas dengan fasilitas yang memadai memang dibutuhkan biaya operasional besar.
Di perguruan tinggi, besaran biaya operasional yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi seorang mahasiswa hingga lulus dikenal dengan istilah Biaya Kuliah Tunggal (BKT), yang jumlahnya tidak sama antara program studi yang satu dengan program studi yang lainnya sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran yang juga berbeda. Selama ini, jumlah mahasiswa UGM yang ditarik biaya kuliah per semester berupa senilai besaran BKT relatif sedikit.
Lebih dari 90 persen mahasiswa membayar biaya kuliah per semester dengan besaran UKT yang telah disubsidi atau di bawah besaran BKT di program studi tempatnya menjalani studi. Ketika UKT sama dengan BKT itulah BEP-nya (break even point). Kalau kita melihat profil mahasiswa UGM, UKT yang paling tinggi yaitu UKT 8 besarannya ada yang sama dengan BKT, ada yang sedikit di bawahnya, dan hanya 9,2 persen mahasiswa UGM yang masuk mendapat UKT tertinggi ini. Kita sudah melakukan subsidi agar proses pendidikan dapat terselesaikan dengan baik,” terang Supriyadi.
Dari data kampus, Supriyadi menyebut ada 20 persen mahasiswa UGM masuk dalam penerima UKT 0, UKT 1 dan UKT 2 dengan biaya kuliah per semester sebesar Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Jadi, apabila di program studi tersebut BKT-nya Rp 9 juta, dan mahasiswa hanya membayar 500 ribu, berarti ada subsidi sebesar Rp 8,5 juta.
Subsidi biaya kuliah bagi mahasiswa UGM ini, terangnya, tidak semuanya dibiayai pemerintah. Selama ini UGM menghimpun dukungan pembiayaan dari berbagai pihak, termasuk orang tua mahasiswa untuk menutup kebutuhan biaya yang jumlahnya tidak sedikit.
Selain memberikan subsidi dalam biaya perkuliahan mahasiswa, UGM juga mengalokasikan berbagai dukungan pembiayaan bagi mahasiswa berupa beasiswa. Pada tahun 2022 UGM mengelola beasiswa dari 165 mitra dengan total Rp 304 Miliar.
"Per Januari ini kita juga sudah mengucurkan beasiswa untuk satu semester ke depan sebesar Rp87 Miliar,” tandas Sekretaris Direktorat Kemahasiswaan UGM, Dr. Hempri Suyatna. (Fxh)