Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Halaqah Fiqih Peradaban di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman, Sabtu (10/9). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Hari Lahir (Harlah) 1 Abad NU.
Sebagai narasumber Ketua Lakspesdam PBNU KH. Ulil Abshar Abdalla, Guru Besar UIN Suka Prof Dr Phil Sahiron Syamsudin MA Wakil Ketua PWNU DIY KH Chasan Abdullah, Guru Besar Fisipol UGM Prof Dr Purwo Santoso MA serta Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Darul Azka.
Ketua Lakpesdam PBNU KH Ulil Abshar Abdala dalam sambutan secara daring menjelaskan Ponpes Sunan Pandanaran menjadi salah satu tuan rumah dari 250 titik dalam program Halaqah Fiqih Peradaban.
“Halaqah ini merupakan ide Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang dikenal dengan Gus Yahya. Ide ini digagas Gus Yahya dengan sengaja sebagai kelanjutan dari serial Halaqah serupa yang pernah diselenggarakan pada era Gus Dur. “ ungkapnya.
Halaqah yang dilakukan pada era Gus Dur maupun Gus Yahya saat ini memiliki semangat yang sama, yakni melakukan rekontekstualisasi fiqih agar bisa menjawab masalah-masalah peradaban baru yang dihadapi di masa sekarang. Bedanya, Gus Dur melakukan itu dalam konteks Indonesia, sedangkan Gus Yahya pada tingkat dunia.
Dijelaskan, seiring perkembangan zaman yang pesat, terjadi perubahan peradaban yang fundamental. Di era globalisasi kini tak jarang kita jumpai problem fiqih terkait Islam modern. Hal ini memicu perbincangan yang kompleks dalam dunia Islam kontemporer.
Dari problematik tersebut menjadi salah satu titik poin acara Halaqah Fiqih Peradaban ini. Acara ini menjadi momentum perspektif dan aspirasi para cendekiawan dalam berinteraksi dindunia keilmuan fiqih.
Prof Dr Phil Sahiron Syamsudin MA menjabarkan pengertian dari Halaqah Fiqih Peradaban itu sendiri, baik secara etimologi maupun terminologi. Kemudian KH Chasan Abdullah menjelaskan, fiqih merupakan produk zaman yang merupakan hasil ijtihad para ulama dengan berlandaskan Alquran dan Hadis.
KH Darul Azka menjabarkan contoh penerapan fiqih di era peradaban sekarang. Beliau menyontohkan pada perkara hukum rajam bagi pezina di era kini.
“Iqomatul hudud dalam menghukumi zina tidak boleh dilakukan secara semena-mena dan memaksa.” ujarnya. (Fie)