SLEMAN, KRJOGJA.com - Forum Transparansi Gula Nasional (FTGN) mendesak kepada pemerintah untuk menindak tegas kepada pabrik gula yang curang. Terutama yang secara sengaja menjual Gula Kristal Rafinasi (GKR). Pasalnya, izin GKR itu untuk industri. Bukan untuk konsumsi rumah tangga.
Adanya dualisme pasar terhadap komoditi gula pasir, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan GKR, berdampak pada selisih harga antara Rp 1.500 hingga Rp 2.000 perkilogram. Saat ini di pasaran, harga satu kilogram GKP adalah Rp 10.500, sedangkan GKR Rp 8.500 perkilogram. Hal ini dikhawatirkan akan mengundang atau memicu potensi orang untuk mencari keuntungan dengan cara melanggar hukum.
"Sesuai regulasi, GKP diperuntukkan untuk industri. Seperti untuk campuran produk makanan bayi atau yang lain. Karena memang cenderung lebih bersih, karena melalui proses pembersihan sampai tiga kali. Di masyarakat harganya juga lebih murah, sehingga menarik minat masyarakat untuk membeli," ujar Ketua FTPN Supriyanto kepada wartawan di sebuah rumah makan di Jalan Magelang, Jombor Sleman, Rabu (21/8/2019).
Saat ini menurutnya, juga banyak isu yang beredar bocornya GKR ke pasar dan merugikan petani tebu. Hal itu tidak sebenuhnya benar. Karena antara GKR dengan petani tebu itu tidak berhubungan secara langsung. Meski demikian, isu ini tetap membutuhkan penanganan yang tepat sasaran. Pemerintah harus turun tangan guna menangani masalah ini, tanpa memindahkan masalah ke sektor yang lain.
"Bocornya GKR ke pasar konsumen juga semata-mata bukan karena kesalahan pelaku. Namun, adanya perbedaan yang signifikan ini membuat pelaku nakal dan sengaja menjual ke pasar karena bisa mendapatkan keuntungan lebih besar," tegasnya.
Pemerintah harus bisa mencari sumber kebocoran GKR ke pasar ini di mana. Awal gula datang itu dari pabrik. FTGN melihat, masih banyak pabrik guka yang sengaha memproduksi gula yang menyerupai dengan GKP. Begitu sampai ke pasar, konsumen tidak bisa membedakan. Secara awam, GKR itu lebih halus dan lembut. Sedangkan KGP itu relatif kasar.
"Kalau pabrik yang memproduksi gula itu di mana saja, pemerintah yang tahu. Jadi kewenangannya pemerintah untuk menegur pabrik nakal. Jangan sampai hanya kepentingan sepihak, justru merugikan kami petani tebu," jelasnya.(Awh)