SLEMAN, KRJOGJA.com - Â Transfusi darah memiliki risiko dan efek samping bagi pasien penerima donor, seperti demam, alergi hingga syok atau pingsang. Sementara Indonesia belum punya database (sistem haemovigilence) yang pasti tentang kejadian efek samping transfusi tersebut. Â
Menurut dokter spesialis patologi klinik RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, dr Teguh Triyono SpPK(K) sistem haemovigilence ini sangat dibutuhkan para dokter sebagai referensi dalam menentukan tindak lanjut yang tepat, seandainya pasien mengalami efek samping setelah ditransfusi. Selain itu untuk mencegah pasien yang pernah ditransfusi mengalami efek samping yang sama, karena ada data riwayat pasien.
"Karena pentingnya sistem haemovigilence ini, maka RSUP Dr Sardjito dan Fakultas Kedokteran UGM mulai menyusun data yang ditampilkan dalam web haemovigilance. Bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium (PDS Patklin), Perhimpunan Dokter Transfusi Darah Indonesia (PDTDI) dan Komite Pelayanan Darah Kemenkes," terang Tegung kepada wartawan disela Pertemuan Ilmiah Tahunan Laboratorium Klinik 'Joglosemar' di Alana Hotel, Jalan Palagan Tentara Pelajar Sleman, Selasa (15/8).
Dijelaskan Teguh, sistem haemovigilance yang ditampilkan dalam website www.haemovigilanceindo.com ini antara lain memberikan informasi penyusunan kebijakan transfusi, memberikan peringatan awal adanya komplikasi baru, mengidentifikasi kecenderungan kejadian reaksi transfusi dan menstimulasi penelitian. Dengan menjadi member, para dokter juga akan mendapatkan update keilmuan, sala satunya dengan mengikuti teleconference dari banyak pakar secara online. (Dev/R-3)