Krjogja.com - SLEMAN - Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dengan Trisentra Pendidikan, yakni pendidikan berlangsung di keluarga, sekolah dan masyarakat. Sampai sekarang belum terintragasi dan bersinergi dengan baik. Justru yang terjadi pendidikan sudah diambilalih sekolah. Pendidikan Khas Kejogjaan (PKJ) akan terealisasi dengan baik manakala Trisentra Pendidikan saling bersinergi, terintegrasi, antara orangtua dan guru.
Demikian yang mencuat dalam seminar 'Membentuk Jalma Kang Utama' sebagai Implementasi Pendidikan Khas Kejogjaan dalam Sistem Trisentra Pendidikan Tamansiswa' di Hotel UNY, Karangmalang, Sleman, Kamis (24/08/2023). Seminar diselenggarakan Pengurus Pusat Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PP-PKBTS) dan Disdikpora DIY dibuka Suhirman MPd selaku Wakil Kepala Dinas Dikpora DIY.
Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber Prof Sutrisna Wibawa MPd (Ketua Dewan Pendidikan DIY), Tri Suparyanto SPd MM (Dosen Manajemen FE UST), Dr Afendy Widayat MPhil (dosen Fakultas Sastra Budaya UNY), Toto Rahardjo (Pendiri Sekolah Alternatif SALAM) dengan modeator Cak Lis (Pendiri Lab Sariswara Tamansiswa).
Menurut Toto Rahardjo, manakala Trisentra pendidikan berlangsung dengan baik, tidak perlu ada Pendidikan Khas Kejogjaan (PKJ). "Pendidikan di keluarga, sekolah dan masyarakat selama ini berjalan sendiri-sendiri. Tak ada sinergi. Bahkan ada kecenderungan yang menguat pendidikan sudah diambilalih sekolah. Pendidikan identik dengan sekolah. Sepertinya keluarga dan masyarakat tidak ada peran pendidikan lagi. Salah kaprah inilah yang perlu diluruskan," tandasnya.
Baca Juga: Lakshmi dan Rishi Sapa Fans di Yogya, Jajal Kuliner Yogya Bareng GKR Mangkubumi
Sebelumnya, Tri Suparyanto berpandangan, pendidikan Tamansiswa dengan Trisentra, pendidikan yang pertama sesungguhnya berlangsung di keluarga. "Pendidikan di keluarga, gurunya orangtua itu sendiri dengan memberi keteladanan," ucapnya.
Hal ini sesuai jargon Ki Hadjar Dewantara, yakni setiap rumah itu sekolah, setiap orang adalah guru. Itu maksudnya, pendidikan tidak harus di sekolah, bisa di rumah/keluarga dan masyarakat. Dalam konteks keteladan dengan jargon Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangu Karsa dan Tutwuri Handayani.
Orangtua menjadi teladan berlangsung/berlaku di depan, tengah dan belakang. "Pendidikan kurang bisa menanamkan karekter karena orangtua, guru hanya memberi teladan, bukan menjadi teladan," katanya.
Sementara itu, Sutrisna Wibawa dan Alfendy Hidayat mengajak merealisasikan Trisentra Pendidikan dengan Pendidikan Khas Kejogjaan sebagai laku utama menjadi teladan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat. Teladan dengan segala berperilaku santun, memiliki adab sebagai.
Menjaga unggah-ungguh, memiliki jiwa mandiri, jiwa merdeka dengan cipta, rasa dan karsa. Sutrisna Wibawa dan Afendy Hidayat mengingatkan, era perubahan tidak terhindarkan lagi. Meski demikian jatidiri sebagai orang berbudaya perlu dipegang teguh, 'Nut jaman kelakone', 'Ngeli ning ora keli'.(Jay).