Krjogja.com - SLEMAN - Guru-guru penggerak dari 24 provinsi Indonesia berkumpul secara luring dan daring dalam acara Seminar Nasional Pendidikan Paradigma Baru (SendiParu) yang digagas Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (BBGP DIY), Selasa (17/10/2023).
Para guru berdiskusi mengeksplorasi kreativitas memaksimalkan kearifan lokal dan aset sekolah untuk memaksimalkan bahan pengajaran bagi peserta didik.
Kepala BBGP DIY, Dr Adi Wijaya, mengatakan kegiatan SendiParu pertama ini bertema Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dengan Menerapkan Asset Based Thingking didesain secara hybrid, yakni luring di BBGP DIY dan daring diikuti 317 peserta guru dari 24 provinsi Indonesia.
Harapannya menurut dia, SendiParu bisa menjadi ruang diskusi tentang pendidikan dan bisa mengurai persoalan-persoalan yang dialami.
"Kami berharap acara ini bisa membawa inspirasi, bagaimana kearifan lokal bisa mewarnai para guru dalam mengajar. Bagaimana peserta didik bisa mengenal keunggulan di sekitarnya. Di sisi lain para guru bisa optimal dengan aset apa yang dimiliki. Dengan aura positif kami yakin hal tersebut bisa diwujudkan. Bagaimana kita ikut serta mewujudkan Indonesia Emas pada 2045 nanti. Kami berharap tidak ada guru yang pusing sendiri, kalau ada yang pusing mari berbagi dan kita urai di sini," ungkapnya.
Baca Juga: Puluhan Karya Seni Patung Hiasi Pedestrian Malioboro, Apik Tenan!
Sementara Dr Didik Wardaya, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY yang hadir menjadi keynote speaker mengungkap pembelajaran paradigma baru yang dipadukan dengan keunggulan lokal menjadi hal yang sangat menarik untuk diimplementasikan.
Bagaimana menumbuhkan semangat dalam proses pembelajaran memiliki tujuan tertentu yang harapannya bisa membawa manfaat untuk siswa.
"Kita punya alat di sekitar untuk membangun pengalaman. Segala sesuatu bisa berbicara. Bahkan rumput di luar kelas bisa menjadi bahan kita memberikan pengalaman pada anak-anak. Rayakan keberhasilan dari proses itu, bisa kita lakukan dan biasakan di kelas. Selain itu kita juga kembangkan project yang bisa menghasilkan sesuatu," ungkap Didik.
Di Jogja menurut Didik, pendidikan mengelaborasi kebudayaan sebagai bahan pembelajaran karena membantu memberikan tatanan kehidupan yang bisa saling melengkapi dalam membangun pemberadaban.
Beberapa waktu lalu menurut Didik, Unesco baru saja menetapkan sumbu filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia dan hal tersebut menjadi sebuah bahan pembelajaran luar biasa yang penuh dengan nilai-nilai baik.
Baca Juga: Sukses Story, Muthmainah Sulap Limbah Kayu Jati Menjadi Mebel Berharga Tinggi
"Konsep visi Jogja adalah bagaimana mewujudkan pendidikan berbasis budaya dengan nilai-nilai filosofis budaya Jawa sebagai landasan. Tiga konsep utama yakni Hamemayu Hayuning Bawana, Sangkan Paraning Dumadi dan Manunggaling Kawula lan Gusti. Bagaimana kemudian diimplementasikan lagi dalam mangasah mingising budi, pamethaning gendhewa-cipta, sawiji greget sengguh ora mingkuh dan golong gilig. Ketika ini diwujudkan maka anak-anak kita akan berpikir sebelum bertindak. Beberapa sekolah sudah menjadi pilot project pendidikan khas ini," lanjut Didik.
Program tersebut kini sedang terus digelorakan di wilayah DIY. Sudah ada beberapa sekolah yang menerapkan dan menjadi pilot project pendidikan Kejogjaan.
"Hal ini penting agar anak tidak tercabut dari akarnya. Teknologi dengan era globalisasi terus berjalan. Tapi bagaimana kita membekali anak-anak dengan akar budayanya," pungkas dia.
Dalam SendiParu pertama ini, hadir pula beberapa pembicara seperti Yuni Widiastuti, M.Psi. T (Rumah Main StrEAM, Tangerang), Sumadi, S.Pd., M.Si. (Widyaiswara Ahli Madya BBGP DIY), Widyaiswara Ahli Madya (Widyaiswara Ahli Madya BBGP DIY), Eti Suwantini, M.Pd. Eti Suwantini, M.Pd, Nursanti, M.Pd. SMP N 2 Pandak Bantul, Arifin, M.Pd.I, MBA SMA N 2 Wonosari dan Eka Muryatiningsih, S.Pd. SMK N 1 Wonosari. (Fxh)