Krjogja.com - SLEMAN - Menjadi masyarakat yang membangun Indonesia berkelanjutan tidak bisa lagi menempatkan anak muda sebagai pihak yang pasif. Kaum muda perlu beranjak dari anak muda yang memilih menjadi anak muda yang dipilih, anak muda yang mendengar menjadi anak muda yang bersuara, anak muda sebagai objek pembangunan menjadi anak muda sebagai subjek aktif dari pembangunan.
Hal ini ditegaskan Calon Anggota DPD RI, RA Yashinta Sekarwangi Mega saat menjadi pembahas dalam kegiatan bedah buku ‘Ilmu Sosial Politik Masa Depan : Menjawab Megashift?’ yang dilaksanakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin (13/11/2023).
“Anak muda telah memiliki sumber daya mumpuni dalam kemampuan digital dan inovasi. Ini adalah kesempatan emas bagi Indonesia untuk meningkatkan kesadaran akan perilaku dan penggunaan teknologi digital yang sehat, demokratis dan inklusif,” kata Yashinta.
Ia menjelaskan pada bulan Januari 2023, tercatat sekitar 213 juta individu di Indonesia telah menggunakan internet dimana angka ini mencakup 77% dari seluruh penduduk Indonesia. Indeks pembangunan TIK tahunan 2022 di Indonesia juga rata-rata meningkat, dengan DKI Jakarta, DIY dan Kepulauan Riau sebagai provinsi dengan poin indeks TIK tertinggi (BPS, 2023).
“Dari data-data di atas, kita bisa melihat peningkatan yang amat signifikan ketimbang, misalnya, tahun 2015, di mana pengguna internet di Indonesia hanya mencapai 74 juta pengguna. Hal ini juga berimplikasi pada tata politik di Indonesia di berbagai level,” imbuhnya.
Di level kontestasi politik, pola strategi pemenangan pemilu juga kian bergeser. Data menjadi sumber daya yang krusial dalam menentukan brand politik, visi dan misi programatik, segmentasi pemilih, serta strategi kampanye dan pesan.
Selain survei segmentasi dan perilaku memilih oleh lembaga-lembaga terpercaya, data-data sekunder hasil monitoring media sosial, analisis jejaring sosial, sentimen publik di berbagai platform, hingga pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) menjadi saluran aspirasi publik yang perlu dijawab oleh para calon pemangku kebijakan.
“Dari sisi interaksi dan sikap institusi politik, sudah mulai bisa dirasakan kehadiran politik yang lebih dekat dengan masyarakat. Komunikasi kebijakan saat ini masif dilakukan di media sosial untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat, terutama anak muda,” imbuhnya.
Yashinta menambahkan intesis kebangsaan yang dapat dirumuskan perlu mengakar pada titik temu antara peluang dan tantangan disrupsi itu sendiri. Baik perkembangan teknologi maupun perubahan iklim, keduanya membahas mengenai angan-angan masa depan yang perlu kita wujudkan.
“Melihat poin tersebut, anak muda perlu meletakkan dirinya sebagai aktor utama pembangunan Indonesia,” pungkasnya. (*)