Krjogja.com - SLEMAN - Tak pernah menjual maupun memasarkan ganja, Ni (23) warga Depok Sleman dianggap sebagai pengedar yang dituntut dengan pasal 111 ayat 1 dan pasal 127 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Padahal selama ini ganja yang ia beli dan dimiliki hanya untuk dikonsumsi sendiri. Terlebih lagi Ni saat ini masih menjalani rehabilitasi secara mandiri dan ingin sembuh dari ketergantungan barang haram tersebut.
Kuasa hukum Ni, Sandy Adi Pristantyo SH menilai tuntutan jaksa yang menerapkan pasal 111 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 dengan ancaman kurungan 5 tahun penjara tidak tepat. Alasannya Ni merupakan pengguna dan bukanlah seorang pengedar yang mengedarkan ganja tersebut.
“Jika menerapkan pasal 111 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 berarti klien kami dianggap sebagai pengedar. Klien kami tidak pernah mengedarkan ganja dan barang yang ia miliki itu untuk dikonsumsinya sendiri,” kata Sandy didampingi Tidar Setiawan SH, Apriawan Riski Perkasa SH dan Galuh Riskinanta SH di Kantor LBH Mahardhika Yogyakarta, Rabu (27/12/2023).
Ia menerangkan atas perbuatanya tersebut seharusnya Ni dikenakan pasal 127 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 2009. Pasal ini lebih tepat karena Ni sebagai pengguna dan mengkonsumsi sendiri ganja yang dibelinya.
Menurutnya, menentukan seorang itu sebagai pengedar atau pengguna bukan dari jumlah barang bukti narkotika yang dimilikinya. Melainkan dari tindakan atau perbuatan melawan hukum yang telah dilakukannya.
“Dari dasar inilah penyidik maupun jaksa dapat menentukan pasal untuk menjerat seorang terdakwa penyalahguna narkotika. Bukan dilihat dari jumlah besarnya barang bukti yang dimiliki terdakawa,” imbuhnya.
Sandi menyatakan saat ini Ni masih menjalani rehabilitasi atas ketergantungan narkotika yang dialaminya. Rehabilitasi itu juga telah diketahui pihak keluarga dan selama ini Ni rutin melakukan kontrol.
Tidar Setiawan SH menambahkan ada kejanggalan lain dalam perkara ini, yakni jaksa tidak menghadirkan barang bukti ganja seberat total sekitar 13 gram dalam persidangan. Jaksa beralasan ganja yang dijadikan sebagai barang bukti telah dimusnahkan.
“Barang bukti dihadirkan hanya ganja yang difoto kemudian diprint dalam kertas. Ini menurut kami juga tidak masuk akal, karena barang bukti itu sangat menentukan di persidangan,” tegas Tidar.
Tidak dihadirkannya barang bukti ganja di muka persidangan jelas sangat merugikan kliennya. Menurutnya tidak adanya barang bukti dalam persidangan membuat proses pembuktian tidak terang dan tak sempurna.
“Barang bukti yang disita tersebut harus dihadirkan di muka persidangan sebagai bagian dari pembuktian yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dalam alur proses persidangan. Ini merupakan hak asasi terdakwa yang dilindungi oleh hukum,” tegasnya.
Tidar berharap majelis hakim dapat menilai secara obyektif dalam memutus perkara ini nantinya. Ia meminta hakim menerapkan pasal 127 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 kepada terdakwa dalam perkara ini.
“Menghukum terdakwa menjalani rehabilitasi terhadap ketergantungan narkotika pada lembaga rehabilitasi medis atau rehabilitasi sosial milik negara dan seluruh biaya ditanggung oleh negara,” pungksnya.
Sidang perkara ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sleman dan dipimpin Ketua Majelis Hakim, Cahyono SH. Siang tadi tim kuasa hukum telah membacakan pembelaan terdakwa dalam pledoinya, sidang akan dilanjutkan kembali dengan agenda pembacaan repllik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). (Van)