Krjogja.com - SLEMAN - DIY menjadi tuan rumah Seminar Olahraga Disabilitas dengan tema Tantangan Membangun Kebiasaan Berolahraga Pada Anak Penyundang Disabilitas yang digagas Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Selasa (15/10/2024). Pemerintah ingin mendorong orangtua dan penyandang disabilitas untuk berolahraga, serta menggali potensi dalam bidang tersebut.
Asisten Deputi Olahraga Penyayang Disabilitas Kemenpora, Ibnu Hasan, mengatakan negara harus hadir untuk penyandang disabilitas. Salah satu wujudnya dengan adanya kesetaraan mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama.
“Mindset masyarakat harus diubah dan kegiatan ini harapannya menjadi inspirasi secara luas. Kami berharap dengan seminar ini, masyarakat penyandang disabilitas terbuka untuk mencoba berolahraga, menggeluti bidang ini,” ungkapnya pada momentum acara pembukaan.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY, Didik Wardaya, yang mengaku sangat bahagia karena DIY menjadi tuan rumah seminar yang sangat luar biasa tentang olahraga penyandang disabilitas. Difabel dikatakan Didik memiliki kesempatan yang sama untuk berkarya di berbagai bidang termasuk di dalamnya olahraga.
"Difabel memiliki hak yang sama untuk bisa beraktivitas dalam berbagai hal termasuk olahraga. Siapa pun yang tahu dengan olahraga mereka menemukan hidupnya. Kami sangat senang dengan adanya seminar ini, dengan harapan membangun kesadaran bersama mendorong memberi ruang bagi penyandang disabilitas ikut berkarya. Ini menjadi kesempatan membangun kesadaran memberi ruang bagi penyandang disabilitas. Untuk bisa memahami kita tak harus mengalami, untuk mengerti kita tak harus ikut menderita,” tandas Didik.
Dalam seminar tersebut hadir pembicara Risvani, Ibunda Muhammad Rafi Zulfandi, Pelajar SLB Negeri 2 Yogyakarta yang berprestasi di cabang olahraga Bulutangkis, serta Ratinem, ibunda Syifa Nur Arrafah, Pelajar SLH Negeri 1 Bantul yang berprestasi di bidang atletik. Keduanya bercerita tentang bagaimana proses penerimaan anak berkebutuhan khusus, hingga mendampingi hingga mendapat prestasi.
Vani menceritakan, bahwa pada awalnya ia sulit menerima putra pertamanya, Rafi memiliki keterbatasan dalam tubuhnya (tuna grahita). Namun dengan tekad kuat untuk mendampingi Rafi, ia bersama suami memutuskan keluar kerja, kembali ke Jogja dan membangun ekosistem baik bagi sang putra.
"Saya dan suami resign kerja untuk kembali ke Jogja mengurus anak. Tahun 2012, itu saya ingat, kami mencari lingkungan yang kondusif untuk Rafi. Waktu berjalan, Rafi ternyata suka bulutangkis dan bisa berprestasi. Ia mendapat juara di Peparda dan Pekan Olimpiade Siswa Nasional," mengungkapkannya.
Tak mudah menurut Vani menerima kenyataan pada awalnya karena secara fisik Rafi tampak sama seperti anak lainnya. Penerimaan menjadi hal terbesarnya dan suami yang melakukan perjalanan selanjutnya mengasuh Rafi hingga bertumbuh menjadi pribadi saat ini.
Begitu pula Ratinem, ibunda Syifa yang kini sang putri berusia 14 tahun dan mendapat prestasi di bidang atletik khususnya sprint dan lompat jauh. Ratinem juga pada awalnya sulit menerima sang putri yang memiliki kekurangan tak bisa mendengar.
"Awalnya kaget sekali dan down. Tapi kalau dituruti, tak baik untuk anaknya. Saya berpikiran positif mendampingi Syifa. Saya arahkan sekolah agar pintar tapi ternyata dia suka olahraga. Tolak peluru, sprint dan lompat jauh, kemarin sempat menjadi juara di ajang Olimpiade Olahraga Siswa Nasional pada periode 2021-2024,” ungkapnya.
Tak mudah tentu bagi Ratinem dan Vani dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus. Namun keduanya membuktikan bahwa kekurangan tidak menghalangi anak untuk berkembang, mengembangkan bakatnya.
“Ini menjadi hadiah dari Tuhan untuk saya, tentu masih terus belajar karena hidup berproses. Saya berusaha menjadi orang tua yang terbaik untuk anak saya,” pungkas Rati. (Fxh)