Libatkan 120 Negara, ACT Alliance Soroti Polarisasi Iklim Bumi

Photo Author
- Rabu, 30 Oktober 2024 | 10:30 WIB
Sidang Raya ACT Alliance  di Royal Ambarukmo Hotel Yogya (29/10/24)  (Risbika Putri)
Sidang Raya ACT Alliance di Royal Ambarukmo Hotel Yogya (29/10/24) (Risbika Putri)

KRJogja.com - SLEMAN - ACT Alliance menekankan bahwa masyarakat sipil, termasuk organisasi berbasis agama, memainkan peran penting dalam memperjuangkan keadilan iklim serta memastikan hak asasi manusia dan keadilan gender dalam setiap langkah yang diambil.

Kali ini, organisasi kemanusiaan berbasis agama, ACT Alliance mengadakan Sidang Raya ACT Alliance bertajuk "Iklim yang Menantang: Bagaimana Polarisasi Politik Berkontribusi terhadap Kerusakan Iklim", pada Selasa (29/10/2024) di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta.

Aliansi ACT adalah aliansi global yang terdiri dari lebih dari 145 gereja dan organisasi terkait dari lebih dari 120 negara yang dibentuk untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Acara dihadiri sejumlah perwakilan dari organisasi agama dan kemanusiaan internasional, serta perwakilan masyarakat sipil dari Indonesia.

Pembicara yang dihadirkan antara lain, Rudelmar Bueno de Faria (Sekretaris Jenderal ACT Alliance), Erik Lysén (Moderator Dewan Pengurus ACT Alliance dan Direktur Act Church of Sweden), Rev. Prof. Dr. Jerry Pillay (Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Dunia), Alissa Wahid (Direktur Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia), dan Arshinta (Direktur YAKKUM PKMK).

Moderator Dewan Pengurus ACT Alliance dan Direktur Act Church of Sweden, Erik Lysén menyampaikan bahwa dunia saat ini membutuhkan solidaritas untuk melawan krisis iklim dengan adil.

“Tahun ini, di COP29, para pemimpin dunia memiliki tanggung jawab besar untuk mewujudkan ambisi iklim yang sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris. Namun, polarisasi politik semakin meningkat, menghambat keadilan iklim yang dibutuhkan untuk menjaga suhu global tetap di bawah 1,5 derajat,” ungkapnya.

Sementara itu, Rev. Prof. Dr. Jerry Pillay dari Dewan Gereja Dunia (WCC) menyampaikan pentingnya keadilan iklim dalam menghadapi perubahan iklim. Sejak Sidang Majelis di Karlsruhe pada 2022, WCC menjadikan keadilan iklim sebagai prioritas ekumenis, dengan membentuk Komisi Keadilan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan.

"Waktu terus berkurang karena dampak negatif pemanasan global dan eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali. Hal ini merusak ekosistem, membahayakan kehidupan makhluk hidup, dan memperburuk ketidakadilan global,"ujar Jerry.

Direktur YAKKUM PKMK, Arshinta turut menegaskan pentingnya keadilan dalam akses sumber daya dan partisipasi masyarakat.

"Kami memahami bahwa ketidakadilan iklim dan penurunan partisipasi masyarakat sipil dalam pembangunan adalah tantangan besar. Kami ingin berkontribusi dalam membangun perubahan bersama masyarakat sipil dan LSM lainnya,” kata Arshinta. (*3)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X