Krjogja.com - SLEMAN - Puluhan mahasiswa asal Sleman yang tergabung dalam Aliansi Muda Sleman Bersuara menyampaikan harapan untuk pemimpin baru yang terpilih dari hasil Pilkada 27 November mendatang. Mereka meminta sosok pemimpin baru siapapun nanti memiliki perhatian pada persoalan anak muda di antaranya kejahatan jalanan dan minuman beralkohol (miras).
Dwi Nurhidayat, perwakilan Aliansi Muda Sleman Bersuara mengatakan kejahatan jalanan seperti klithih menjadi problem utama di Sleman yang dari dulu dirasakan tidak ada upaya konkret menyelesaikan. Pemkab Sleman menurut Dwi harusnya mewadahi bukan hanya mendiamkan saja.
"Problem ini seolah dinormalisasi di daerah, jangan sampai begitu. Harusnya ada wadah untuk fasilitas anak muda di Sleman, tidak hanya membangun infrastruktur buang anggaran tidak inklusif. Harusnya bangun juga SDM (Sumber Daya Manusia). Di daerah saya misalnya, pembangunan diplot untuk pihak yang mengusung saja, tidak inklusif bagi masyarakat," ungkapnya, Kamis (31/10/2024).
Anak-anak muda dikatakan Dwi khawatir ketika masih ada kejahatan jalanan dan seolah dinormalisasi oleh Pemkab Sleman, kemudian menitikberatkan penanganan pada kepolisian, persoalan tersebut tidak pernah selesai. Situasi ini diperparah pula dengan kemudahan mendapatkan miras di wilayah Sleman.
"Miras ini kalau transaksi di Sleman sangat mudah bahkan anak-anak belum umur. Ini harus menjadi perhatian, tidak boleh lagi dan ini harus jadi perhatian Pemkab Sleman. Pemimpin baru nanti kami minta bisa memprioritaskan permasalahan tadi karena bisa merusak generasi muda. Ada pelatihan untuk memberdayakan anak muda, diberi wadah berkegiatan positif juta tegakkan aturan miras," tandasnya.
Dalam momen tersebut, Aliansi Anak Muda Sleman Bersuara juga melempar harapan agar sistem politik bisa berjalan lebih terbuka, inklusif dan demokratis. Mereka ingin agar setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan berkontribusi.
"Kami Aliansi Muda Bersuara menginginkan pemimpin yang dipilih berdasarkan kemampuan dan prestasi, bukan karena nama besar keluarganya. Meritokrasi harus menjadi prinsip utama dalam seleksi pemimpin," pungkas Dwi. (Fxh)