KRjogja.com - SLEMAN - Kabupaten Sleman senantiasa berupaya mengoptimalkan operasional dua Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yaitu TPST Sendangsari Minggir dan TPST Tamanmartani Kalasan paska kebijakan desentralisasi pengelolaan sampah diberlakukan pada 1 Mei 2024 lalu. Dua TPST tersebut menjadi penopang utama pengelolaan sampah di Sleman saat ini.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman Epiphana mengatakan Sleman termasuk produsen penyumbang sampah cukur besar di DIY dengan volume mencapainya kisaran 300 ton per hari. Kehadiran TPST ini berkat kolaborasi antara Pemda DIY melalui suntikan Dana Keistimewaan (Danais) dengan Pemkab Sleman maupun Kalurahan setempat.
"Pembangunan satu TPST setidaknya membutuhkan anggaran Rp 20 miliar hingga Rp 25 miliar. Danais berbagi dengan APBD Sleman untuk membangun TPST. Danais itu digunakan untuk membeli alat pengolah sampah TPST, sedangkan APBD Sleman digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) TPST," kata Epiphana di Yogyakarta, Senin (30/12/2024).
Baca Juga: Jelang Tahun Baru Polres Temanggung Amankan Ribuan Botol Miras
Epiphana menyebut di sisi timur terdapat TPST Tamanmartani seluas 1,1 hektar terpasang 3 modul sampah. Sementara itu, di sisi barat ada TPST Sendangsari seluas 750 meter persegi dipasang dua modul sampah. Secara teori, dua TPST ini mestinya bisa mengolah 140 ton sampah per hari. Namun, karena persoalan teknis realisasinya belum optimal baru 65 ton per hari.
"Optimalisasi dua TPST ini akan terus ditingkatkan sehingga bisa menambah jumlah volume sampah yang dapat dikelola.Fasilitas tersebut mengolah sampah menjadi bahan bakar refuse derived fuel (RDF) atau bahan bakar alternatif pengganti batu bara," tandasnya
Dalam mengolah sampah di Sleman, pihaknya tidak hanya tergantung pada dua TPST tersebut dengan berupaya agar masyarakat hanya mengirim residu anorganik ke TPST. Penanganan sampah di hulu ini berdasarkan Surat Edaran Bupati No. 30 Tahun 2022 yang isinya gerakan pilah olah sampah dari rumah.
"Hanya residu anorganik saja dikirim ke TPST dan diolah menjadi RDF. Jika jumlah penduduk naik maka jumlah sampah naik maka pihaknya mendorong partisipasi masyarakat. Sehingga tidak asal asalan berupaya dan sampah yang ditimbulkan masyarakat segera diatasi," jelas Kepala DLH Sleman.
Baca Juga: Cabuli Gadis SMP, Seorang Pemuda Ditangkap Polisi
RDF itu nantinya akan diolah menjadi bahan bakar pabrik semen oleh PT SBI di Cilacap dan pabrik plastik di Jawa Timur. Sementara sampah yang telah dipilah dan laku dijual, akan dijual ke pelapak sampah. Artinya sampah itu tidak menumpuk diolah dan mendapatkan pendapatan dari penjualan rongsok dan RDF.
Selain mengandalkan dua TPST tersebut, pengelolaan sampah di Sleman juga dilakukan di level kalurahan melalui Tempat Pengolahan Sampah Reduce,
-Reuse-Recycle (TPS 3R) maupun penambahan peralatan. Setiap kalurahan sudah mulai melakukan pengelolaan sampah secara mandiri didukung Danais yang disalurkan lansung melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK).
"Kami sangat berkepentingan agar jumlah volume sampah tidak meningkat dengan cepat agar tidak kesulitan menangani. Kami sudah bisa mengolah 104,4 ton sampah atau paling tidak mampu tertangani 35 hingga 40 persen saat ini. Harapan masih disupport Danais karena anggaran pengelolaan sampah itu tidak murah. Targetnya soal sampah akan selesai mungkin pada 2026," terang Epiphana.
Sebagai informasi, pembangunan TPST di Kabupaten Sleman menggunakan kucuran APBD Sleman dan Danais. Total alokasi anggaran Danais untuk kedua TPST tesebut sekitar Rp 14,1 miliar dengan rincian penyediaan alat pemusnah sampah di TPST Tamanmartani sebesar Rp 6,8 miliar dan alat pengolah sampah TPST Sendangsari sebesar Rp 7,3 miliar. (Ira)