Dasar Perbaikan Industri, Praktik 5S Belum Dilihat Sebagai Kebutuhan

Photo Author
- Rabu, 12 Maret 2025 | 16:00 WIB
 Nasrullah Setiawan PhD ketika memaparkan konsep 5S  (Fadmi Sustiwi)
Nasrullah Setiawan PhD ketika memaparkan konsep 5S (Fadmi Sustiwi)


Krjogja.com - Sleman - Praktik 5S yang menjadi dasar perbaikan industri belum dilihat sebagai sebuah kebutuhan. Sehingga muncul integrasi sistem manajeman seperti ISO dan lainnya, yang sejatinya adalah paksaan untuk mau tidak mau melaksanakan hal tersebut. Padahal secara tehnis, seharusnya praktik 5S dapat berintegrasi dengan sistem manajemen standar seperti manajemen mutu (ISO 9001), manajemen lingkungan (ISO 14001), manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (ISO 18001), dan berbagai platform sistem manajemen lainnya.

Hal tersebut dikemukakan Dosen Jurusan Teknik Industri FTI UII Nashrullah Setiawan PhD secara daring kepada media, Selasa (11/3). Dalam pemaparan hasil disertasi yang telah dipertahankan di Universiti Tehnikal Malaysia Melaka tersebut Nashrullah Setiawan didampingi Ketua Jurusan Teknik Industri FTI UII Dr Imam Djati Widodo.

Sebelumnya Nasrullah menjelaskan, maksud praktik budaya kerja 5S yang diiterapkan untuk menciptakan tempat kerja idaman. Liam S tersebut jelas Dosen Teknik industri FTI UII tersebut ialah : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke. Yang dimaksud Seiri ialah pilih dan pilah barang di ruang kerja dan singkirkan barang yang tidak terpakai. Sedang Seiton ialah atur barang sesuai tempatnya. Ketiga Seiso adalah membersihkan ruang kerja dan peralatan kerja. Keempat Seiketsu bermakna semua praktik kerja harus berjalan dengan konsisten dan berstandar dan kelima Shitsuke artinya memelihara dan meninjau hal-hal yang telah terstandar secara berkala.

Baca Juga: Masjid buka 24 Jam sebagai Posko di Mudik lebaran 2025

Peningkatan kinerja keberlanjutan (sustainability performance) menjadi salah satu parameter penting dalam memperkuat daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di sektor manufaktur, khususnya di Pulau Jawa. Parameter tersebut menunjukkan adanya upaya untuk mempertahankan keseimbangan antara capaian kinerja keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial. “Dalam kerangka pencapaian tujuan ini, banyak UKM yang mulai mengadopsi praktik 5S sebagai sebuah pendekatan yang telah terbukti efektif dalam memperbaiki efisiensi dan kualitas kerja,” katanya.

Namun demikian, dalam tinjauan kajian empiris diakui peranan faktor sosial seperti komitmen pimpinan, keterlibatan karyawan, dukungan pelatihan, sikap, dan budaya kerja masih menjadi tantangan dalam penerapan praktik 5S secara berkesinambungan.

“Tantangan tersebut dapat dilihat dalam bentuk resistensi social dalam lingkungan kerja akibat minimnya internalisasi nilai, sinergitas dan totalitas dukungan dari para pimpinan, karyawan serta pemangku kepentingan lainnya,” jelasnya lebih lanjut.

Baca Juga: RI Bakal Punya Dewan Emas Nasional, Apa Tugasnya ?

Berdasarkan kajian lapangan pada UKM manufaktur didapati fakta kala order meningkat, praktik 5S seringkali diabaikan. Apalagi ketika karyawan di seluruh lini departemen kerja mengalami peningkatan beban kerja dan kompleksitas tugas. Fenomena ini mengindikasikan bahwa praktik 5S belum menjadi prioritas sebagai dasar proses perbaikan operasi manufaktur secara berkelanjutan. (Fsy)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X