Krjogja.com - SLEMAN - Pemerintah Kabupaten Sleman memperkuat komitmen dalam mengangkat martabat petani melalui berbagai kebijakan. Salah satu tantangan krusial yang masih dihadapi petani adalah persoalan distribusi pupuk bersubsidi yang berbelit dan tak merata.
Sarijo, petani dari Padukuhan Jogokerten, Kalurahan Trimulyo, Kecamatan Sleman, mengatakan kelangkaan pupuk masih menjadi momok utama setiap musim tanam. Hal tersebut sangat menyulitkan para petani yang ingin menghasilkan tanaman pangan berkualitas.
Baca Juga: Polemik Ijazah Jokowi Masih Terjadi, Sekjen Rejo Semut Ireng Rinatania Fajriani Ajak Masyarakat Kembali Bersatu
"Kalau sudah tanam padi, pasti yang dikhawatirkan pupuknya. Kadang langka, kadang telat datang," ungkapnya dalam talkshow Srawung Sleman bertema Mengangkat Martabat Petani Sleman, dikutip Kamis (10/7/2025).
Wakil Ketua Komisi C DPRD Sleman, Shodiqul Qiyar, menyebut kelangkaan pupuk yang dirasakan petan selama ini sebenarnya bukan karena kekurangan stok. Namun menurut dia karena distribusi yang terlalu kompleks dan terkunci oleh aturan teknis, termasuk keharusan memiliki Kartu Tani.
"Masalahnya bukan di pupuknya, tapi di sistem distribusinya. Kartu Tani itu hanya dimiliki pemilik lahan, sementara banyak petani penggarap tidak punya. Alhasil, para petani penggarap yang menyewa lahan menjadi sulit mengakses pupuk bersubsidi karena tak tercatat secara resmi sebagai penerima," ungkapnya.
Baca Juga: Pengusaha Muda DIY Ngobrol Santai Bersama Mas Wapres
Menjawab persoalan ini, Pemkab Sleman bersama dewan menyiapkan skema distribusi baru yang lebih ramah petani. Pupuk bersubsidi nantinya akan disalurkan langsung oleh Pupuk Indonesia ke koperasi Desa Merah Putih yang tersebar di 86 kalurahan, melalui koordinasi dengan Gapoktan.
"Kabar baiknya, sistem ini juga memungkinkan pembelian pupuk hanya dengan KTP, tanpa harus menggunakan Kartu Tani. Harapannya ini menjadi terobosan baru agar petani tidak lagi kesulitan mendapatkan pupuk. DPRD Sleman juga baru saja mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Kelompok Tani," tegasnya.
Sementara, anggota Komisi C, Bondan Triyana, menambahkan, perda tersebut akan menjadi payung hukum penting dalam menjaga dan meningkatkan kesejahteraan petani. Perda ini juga mencakup dukungan bagi pengembangan komoditas pangan, hortikultura, perkebunan, hingga pengelolaan lahan pekarangan yang banyak digarap oleh Kelompok Wanita Tani (KWT).
"Perda ini akan memperkuat program-program pertanian yang lebih terarah, baik untuk peningkatan produksi maupun pendapatan petani. Dengan penghasilan yang meningkat dan produktivitas yang naik, kita harapkan petani di Sleman bisa makin sejahtera," tandas Bondan.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman, Eko Sugianto Ngadirin, memaparkan tiga pilar utama dalam perda yakni konsistensi anggaran, penguatan kelembagaan tani dan sinergi lintas perangkat daerah serta stakeholder. Beberapa kolaborasi juga telah dilakukan dalam pengembangan demplot pupuk hayati cair untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia.
"Perda ini memudahkan kami dalam membangun kolaborasi, baik dengan legislatif, maupun sektor swasta yang peduli pertanian. Kami ingin pertanian Sleman bergerak ke arah yang lebih ramah lingkungan. Itu juga sudah dituangkan dalam Surat Edaran Bupati tentang Budidaya Tanaman Sehat," jelasnya.
Dalam edaran tersebut dijelaskan bahwa petani didorong mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50 persen. Caranya dengan mengkombinasikan pupuk organik atau hayati agar hasil pertanian lebih sehat dan aman bagi masyarakat. (Fxh)