Krjogja.com - SLEMAN - Meski telah selesai direvitalisasi, Pasar Induk Godean hingga kini masih belum menunjukkan geliat aktivitas perdagangan yang signifikan. Para pedagang yang semula berharap bisa kembali berdagang dengan nyaman kini justru menghadapi berbagai tantangan baru, mulai dari relokasi, kehilangan pelanggan, hingga minimnya promosi.
Hal ini menjadi sorotan dalam talkshow Srawung Sleman bertema Pasar Godean: Antara Harapan dan Kenyataan yang ditayangkan di YouTube SlemanTV. Sejumlah narasumber dihadirkan dalam acara tersebut, mulai dari perwakilan DPRD, Pemkab Sleman, hingga perwakilan pedagang.
Sekretaris Komisi C DPRD Sleman, Untung Basuki Rahmat, menyebut Pasar Godean sebagai salah satu dari tiga pasar terbesar di Sleman, selain Pasar Prambanan dan Pasar Sleman. Namun, dua pasar sebelumnya justru sepi setelah direvitalisasi.
"Kalau Pasar Godean juga tidak berhasil, ini alarm besar. Masa setiap kali pasar dibangun malah jadi sepi. Ini mencakup hidup 1.837 pedagang," ungkap Untung dikutip, Kamis (17/7/2025).
Untung menambahkan bahwa revitalisasi seharusnya tidak berhenti pada fisik bangunan, melainkan harus menyentuh aspek manajemen, pemberdayaan pedagang, hingga penguatan daya tarik bagi pembeli. Hal-hal tersebut sangat penting untuk memastikan roda putar ekonomis terus berjalan di pasar.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman, May Rusmi Suryaning, menjelaskan adanya tengah menyiapkan sejumlah langkah strategi untuk menghidupkan kembali pasar. Pasar Godean misalnya, direncanakan buka selama 24 jam sehari.
“Kami merencanakan operasional Pasar Godean 24 jam, pelatihan digital marketing bagi pedagang, serta promosi melalui media sosial. Kami juga menggandeng kampus dan influencer lokal. Sistem pembayaran retribusi akan didigitalisasi, zonasi pedagang akan ditata rapi dan event rutin seperti fashion show serta pentas seni akan digelar untuk menarik pengunjung,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Godean, Sri Kundari, menyebut tantangan terbesar pedagang saat ini adalah adaptasi terhadap sistem digital dan turunnya jumlah pembeli sejak relokasi. Pihaknya berharap ada langkah nyata menghidupkan pasar seperti adanya food court yang menyasar anak muda, serta penyelenggaraan acara bulanan untuk mendongkrak kunjungan.
"Kami butuh pelatihan digital, bukan sehari dua hari, tapi sampai bisa. Banyak pedagang sudah sepuh. Kami juga minta akses permodalan karena setelah dua kali relokasi, omzet turun drastis," tambahnya.
Anggota Komisi C DPRD Sleman, Indra Bangsawan, mengakui banyak menerima keluhan dari pedagang. Beberapa di antaranya adalah parkir yang belum tertata, hingga kebocoran bangunan.
"Kami akan mendukung lewat anggaran untuk promosi, kolaborasi dengan kreator konten, dan kegiatan seni budaya di pasar agar lebih menarik. Tapi pengelola juga harus cepat menyampaikan keluhan pedagang," lanjutnya.
Dewan Sleman menganjurkan agar Pemkab mengambil langkah tegas terhadap spekulan yang membeli kios tapi tak pernah dipakai berjualan. Aturan tegas diterapkan jika dalam waktu satu bulan tidak beroperasi, lapak akan ditarik kembali oleh dinas.
"Kalau setiap tidak buka, cabut izinnya. Beri pada pedagang asli. Jangan sampai pasar sepi hanya karena kios dikuasai spekulan. Pasar ini harus hidup lagi. Bukan sekadar bangunan, tapi pusat pergerakan ekonomi dan pertemuan antarwarga. Kita semua punya tanggung jawab di situ," pungkas Untung Basuki. (Fxh)