SLEMAN - Warga Padukuhan Cupuwatu I dan Cupuwatu II, Kalasan, Sleman menggelar Kirab Budaya serta tradisi Merti Sumber Kahuripan, Jumat (23/12/2022).
Warga menjaga sumber mata air bernama Cupu Sumber Kahuripan yang merupakan peninggalan era Mataram Kuno.
Ratusan warga mengenakan baju daerah serta mengenakan kostum layaknya bregada atau prajurit sejak siang hari dan berkumpul di Balai Dusun Cupuwatu II. Mereka melakukan kirab, lalu memanen air lalu dibagikan di tujuh wewengkon (wilayah) di Padukuhan Cupuwatu I dan II sekaligus penanaman bibit pohon beringin dan gayam. Tak hanya itu, gelaran budaya sarat makna ini juga diramaikan dengan pertunjukan Jathilan Nyemuk Cs, Jathilan Dor Jolodoro feat Mudo Prasetyo, Sendra Tari Babad Cupuwatu serta bazar UMKM.
Kepala Dukuh Cupuwatu II, Kuncoro Eko Wibowo menjelaskan, Kirab Budaya serta Merti Sumber Cupu Kahuripan merupakan wujud syukur masyarakat pada Tuhan atas ketersediaan sumber daya alam melimpah.
Cupuwatu I dan II diketahui memiliki sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat serta daya dukung pelestarian ekosistem dan habitat di sekitarnya.
“Dalam acara ini sesepuh dari Padukuhan Cupuwatu membagikan 7 tumpeng sesuai jumlah wewengkon. Hasil bumi yang kami dapat, diwujudkan dalam bentuk tumpeng sebagai wujud rasa syukur kami atas anugerah kekayaan alam yang menghidupi. Dari kegiatan ini masyarakat bisa mengetahui sejarah asal mula Cupuwatu, yang merupakan peradaban paling tua di Kalasan,” terangnya.
-
Warga menanam pohon gayam dan beringin (Harminanto)
© 2022 https://assets.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/krjogja/Harminanto
Kuncoro juga menjelaskan, berdasarkan data arkeologis, pada jaman penjajahan Belanda, di dusun Cupuwatu pernah ditemukan sebuah tugu berbahan batu andesit setinggi 3,5 meter yang konon dipindahkan untuk dipergunakan sebagai hiasan di halaman Loji Kebon, sekarang Gedung Agung. Gedung Agung sampai saat ini merupakan Istana kepresidenan.
Sementara, dalam kegiatan tersebut digelar pula Sendra Tari Babat Cupuwatu yang menceritakan dua sosok leluhur, Ki Jolodoro dan Ki Gambir Anom. Pentas diperankan oleh 30 warga dari Cupuwatu I dan II. Kedua leluhur ini dipercaya menemukan sebuah tempat gersang yang berisi bebatuan dan akhirnya muncul mata air setelah keduanya berdoa.
“Sendra tari ini menceritakan dua leluhur yang menemukan sebuah tempat gersang, hanya berisi bebatuan. Lantas mereka berdoa, memohon kepada Tuhan supaya tempat tersebut diberi kesuburan serta air. Dengan doa tersebut akhirnya muncul mata air. Akan tetapi, cobaan pun harus dialami masyarakatnya. Bukan hanya secara fisik tapi gangguan dari jin dan setan yang mengganggu ketentraman masyarakat. Masyarakat pun lantas curhat ke dua sosok sesepuh tersebut, hingga akhirnya mereka berdoa agar gangguan jin dan setan tak lagi mengganggu ketentraman masyarakat," pungkasnya. (Fxh)