PADA 24 Februari 1949, Belanda menyerang Dusun Plataran, Kiyudan, Selomartani, Kalasan Sleman. Pasukanaa TNI didukung rakyat menerima tekanan yang luar biasa dari dua arah, depan dan belakang.
Meski hanya berlangsung 3 jam, pertempuran tersebut mengakibatkan delapan pejuang Indonesia gugur. Lima di antara mereka merupakan kadet, dua perwira instruktur termasuk Letda Utoyo dan anggota Tentara Pelajar.
Peristiwa tersebut juga merupakan duka bagi sejarah Akademi Militer Yogyakarta yang menjadi Akademi Militer Nasional pertama di masa revolusi. Hingga kemudian di daerah perjuangan tersebut dibangun Monumen Plataran yang menjadi Monumen Perjuangan Taruna Akademi Militer.
Ringkasan sejarah tersebut dibalut dengan heroiknya perjuangan di masa kemerdekaan tersaji apik dalam drama teatrikal Gelar Sejarah Plataran 'Memahu Hayuning Satrio' sebagai rangkaian peringatan HUT ke-72 RI di Monumen Plataran, Kamis (17/8/2017).
"Kami ingin mengingat kembali bagaimana pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa raga demi tegaknya NKRI. Harapannya generasi muda saat ini kembali melanjutkan semangat perjuangan tersebut dengan kegiatan yang positif mengisi kemerdekaan," tegas Kepala Bidang Sejarah, Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan DIY Erlina Hidayati
Sumardi kepada KRJOGJA.com, disela acara.
Hadir dalam kesempatan tersebut jajaran muspika Kecamatan Kalasan baik dari lingkungan sipil maupun TNI/Polri. Gubernur DIY Sri Sultan HB X dalam sambutannya yang dibacakan Erlina mengatakan, peringatan Kemerdekaan RI ini hendaknya menjadi momentum menuju peradaban yang lebih baik. Mengedepankan kebersamaan untuk menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi bangsa ini.
Selain itu, hendaknya generasi saat ini mencontoh tokoh bangsa di masa lalu yang bersama dalam memperjuangkan negara. Bukan justru saling terpecah-belah karena persoalan politik dan sebagainya. Rangkaian peringatan HUT ke-72 RI di Monumen Plataran ini disemarakkan dengan pawai bregada, lomba menggambar serta lomba mancing.