SLEMAN (KRjogja.com) - Zaman dahulu, gerobak sapi difungsikan sebagai alat transportasi pengangkut bahan-bahan sembako berat maupun material bangunan seperti karung beras, gabah, hasil panen, genteng dan batu bata maupun pasir. Namun kini perannya sudah tergantikan dengan alat transportasi modern bermesin.
Seiring perkembangan waktu, gerobak sapi seolah menjadi barang antik yang mulai langka keberadaannya. Berdasarkan alasan tersebut, di padukuhan Malangrejo terdapat salah satu komunitas gerobak sapi yakni paguyuban makarti roso manunggal yang berpusat di Kalasan, Sleman. Paguyuban Makarti Roso Manunggal yang memiiki arti bekerja dengan semangat kebersamaan bertujuan nguri-uri atau melestarikan keberadaan gerobak sapi.
Masih banyak paguyuban gerobak sapi di Yogyakarta selain Makarti Roso Manunggal, seperti di Sleman ada Andhini Karya, Manunggal Lestari dan Pager Merapi. Sementara di daerah Bantul ada Langgeng Sehati dan Guyub Rukun.
Keberadaan gerobak sapi yang dikemas dengan cat berwarna meriah ini bukan tanpa tujuan, selain fungsi pariwisata ternyata gerobak sapi mempengaruhi peningkatan harga sapi sekaligus memacu peternak untuk mengembangbiakan sapi lokal putih berjenis peranakan ongole dan manggala.
Bajingan, sebutan para pengemudi gerobak sapi ini, memang terkenal sedari dulu, terlepas dari segala makna negatif, bajingan adalah sebutan yang harus terus dilestarikan. Untuk melawan makna negatif, seorang pengrajin gerobak senior dari Sleman membuat singkatan dari bajingan dari ‘bagusing jiwo angen-angening pangeran’ artinya orang berjiwa baik seperti yang menjadi kehendak tuhan.
Wagiman, seorang bajingan gerobak dari paguyuban Makarti Roso Manunggal berharap dalam setiap event kesenian dan kebudayaan, paguyuban gerobak sapi untuk selalu dilibatkan.