Sementara itu Kepala Pusat Studi ASEAN Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Dafri Agussalim MA menjelaskan diskusi ini untuk melacak sejarah hubungan antara negara di Asia Tenggara (ASEAN) melalui budaya rempah, bukan rute atau jalur rempah karena erat kaitannya dengan kolonialisme dan imprealisme.
"Melacak budaya rempah ini penting sekali karena spice cultere ini sangat besar sekali. Bukannya jalur atau rute rempah karena terkait konsumsi barang oleh bangsa barat yang dihasilkan oleh negara timur. Bahkan, rute rempah ini sangat terkait dengan imprealisme. Mulai Thailand, Malaysia dan Maluku Utara banyak dibangun benteng benteng saat masa kolonialisme ini," ungapnya.
Dia menjelaskan diskusi ini dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat Asean. Ada elemen atau pengalaman baik atau buruk yang bisa menyatukan budaya bangsa di Asean ini. Selain itu, ada aspek eknomi dimana potensi rempah ini perlu digali lebih dalam lagi.
"Elemen itu sampai saat ini belum ada. Sebenarya ada satu elemen yaitu bangsa Melayu. Namun, pasti ditolak oleh Thailand, Vietnam, Laos dan Kambojo karena terkait islam. Ada yang menarik kalau kita pergi ke USA atau Australia kalau mau mencari bumbu pasti menuju ke spice groceries milik warga Vietnam. Ini menjadi potensi bagi Indonesia yang bisa dikembangkan melalui grastonomy diplomacy yang selama ini sudah dilakukan oleh Vietnam dan Thailamd," tandasnya.