sleman

Jangan Ada Permainan, Penyusunan Kebijakan Pertembakauan Harus Melibatkan Konsumen

Jumat, 22 November 2024 | 08:51 WIB
Rembuk Konsumen yang diselengarakan oleh Pakta Konsumen Nasional, Kamis (21/11 /2024) di Sanggar Maos Tradisi, Sleman.

KRjogja.com - SLEMAN - Pakta Konsumen Nasional (PakNas) terus memperjuangkan pelibatan konsumen dalam penyusunan peraturan serta hak atas perlindungan untuk mendapatkan perlakuan yang adil. Dalam Rembuk konsumen bersama lintas komunitas dan lembaga di Sleman, Kamis (21/11/2024), mengemuka beragam tantangan yang kini dihadapi.

Tekanan regulasi yang bertubi-tubi dan polemik kebijakan pertembakauan terus menerus memukul konsumen. Mulai dari pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 hingga Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) tentang Tembakau dan Rokok Elektronik, konsumen sebagai belum dipandang sebagai subjek hukum.

Ketua Umum PakNas Ary Fatanen mengatakan pihaknya akan fokus memperjuangkan kedudukan konsumen dalam sebuah kebijakan pemerintah. Sampai hari ini, katanya, pembuat kebijakan memposisikan konsumen produk tembakau hanya sekadar sebagai subjek hukum.

Baca Juga: Fitroh Rohcahyanto, Terpilih jadi Pimpinan KPK

"Padahal, sebagai konsumen yang taat bayar pajak dan cukai, kami berhak dilibatkan dalam proses penyusunan peraturan terkait pertembakauan. Juga berhak mendapatkan transparansi atas informasi yang berkaitan dengan rancangan aturan yang menyasar konsumen,” kata Ary dalam Rembuk Konsumen - Pemerintahan Baru: Melihat Kebijakan pada Ekosistem Pertembakauan dan Dampaknya pada Konsumen, di Sanggar Maos Tradisi.

Berkaca sejak dari penyusunan Undang-Undang Kesehatan No.17 Tahun 2023, hingga muncul aturan yang sangat rigid terhadap konsumen pertembakauan di PP.No 28 Tahun 2024 serta hal-hal teknis lainnya dalam R-Permenkes Tembakau, Ary menilai pemerintah nyaris memperlakukan konsumen sebagai warga negara kelas dua.

Melalui Rembuk Konsumen ini, PakNas berupaya menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap konsumen produk tembakau. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999, pemerintah harus dapat memastikan konsumen mendapatkan keadilan, keamanan serta kepastian hukum.

Baca Juga: Longsor di Bruno Purworejo , Seluruh Korban Berhasil Dievakuasi

Sebaliknnya, proses penyusunan regulasi pertembakauan selalu diwarnai dengan praktik-praktik diskriminasi terhadap konsumen. "Pemerintah seharusnya hadir secara nyata dengan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. Termasuk informasi yang berkaitan dengan regulasi pertembakauan,” lanjut Ary.

Pakta Konsumen menilai dengan ketiadaannya pelibatan konsumen dalam peraturan pertembakauan, substansi yang diatur dalam PP Kesehatan dan R-Permenkes tersebut justru melanggar banyak hak konsumen. Pakta Konsumen yang telah melakukan kajian mendalam dan diskusi dengan berbagai pihak serta berbagai komunitas konsumen menyampaikan bahwa terdapat beberapa hal substansi pengaturan yang diskriminatif dan justru kontra produktif bagi konsumen.

"Terutama pada pasal 434 huruf (b), (c ), (f) serta Pasal 443 PP No.28 Tahun 2024. Pasal tersebut mengatur tentang perubahan batas usia penjualan produk tembakau yang semuka 18+ menjadi 21+, pelarangan penjualan eceran serta zonasi 200m dari satuan pendidikan, larangan iklan di sosial media hingga penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) yang pada praktiknya merugikan hak konsumen produk tembakau sekaligus masyarakat. Seluruh pelarangan ini juga mengganggu kondisi sosio-ekonomi masyarakat," tegas Ary.

Baca Juga: Trah Sultan HB II Desak Presiden Prabowo Subianto Bentuk Komite Pengembalian Aset Geger Sepehi 1812

Sebagai lembaga advokasi konsumen, PakNas mencontohkan saat ini, beberapa daerah di DIY seperti Kota Jogja, Sleman, dan Kulonprogo mengimplementasikan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan menafsirkannya lebih restriktif dibandingkan peraturan di atasnya, yakni: UU Kesehatan No 17 Tahun 2023.

"Yang juga sangat mengecewakan bagi konsumen, proses penyusunan Raperda KTR tersebut tidak mengakomodir masukan dari konsumen. Padahal, pemerintah punya kewajiban memastikan setiap lokasi untuk menyediakan tempat khusus merokok (TKM) yang menjadi hak konsumen," katanya.

Halaman:

Tags

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB