SLEMAN, KRJogja.com – Ismail Alamsyah, pria asal Curug, Jawa Barat, tak menyangka keinginannya untuk berjihad ke Suriah justru membawanya terjerumus ke dalam jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Namun kini, setelah ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Ismail dan istrinya justru sukses membuka usaha kuliner ayam bakar di Depok, Sleman.
Perjalanan kelam Ismail dimulai pada 2014, ketika konflik di Suriah menggugah hatinya untuk berjihad. "Saat itu banyak kaum muslimin berperang. Saya terpanggil untuk ikut berjihad ke Suriah dan mulai mencari informasi serta link-link untuk bisa berangkat," kisah Ismail saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di Mapolda, Kamis (15/5/2025).
Ismail kemudian bertemu dengan seorang ustadz dan mengikuti sejumlah kajian. Latar belakangnya sebagai atlet judo internasional membuatnya dipercaya melatih bela diri bagi anggota JAD. Meski sejak awal merasa ragu, keinginannya berjihad ke Suriah dan rasa sungkan membuatnya terus ikut dalam kelompok tersebut.
Bom Surabaya dan Mako Brimob Jadi Titik Balik
Kecurigaan Ismail mencapai puncaknya saat terjadi tragedi bom Surabaya pada 2018 dan kerusuhan di Mako Brimob. "Saya semakin sadar kalau ini bukan jihad ke Suriah, tapi malah menyerang di dalam negeri. Itu bukan tujuan saya," tegasnya.
Ia kemudian ditangkap bersama anggota JAD lain dan dipenjara di Lapas Gunung Sindur. Di balik jeruji besi, Ismail justru menyadari lebih dalam kesesatan ajaran kelompok tersebut. "Mereka menyebut selain anggota mereka sebagai thaghut, sampai petugas lapas pun tidak boleh diberi salam," kenangnya.
Karena hal itu, Ismail memilih pindah blok dan mulai mengikuti kajian keislaman yang diadakan pihak lapas. Dari sanalah kesadarannya tumbuh, hingga akhirnya ia ikrar setia kepada NKRI.
Hijrah dan Sukses dengan "Ayam Bakar Bu Tuti"
Setelah bebas dari lapas, Ismail dan istrinya membuka usaha warung makan Ayam Bakar Bu Tuti di kawasan Depok, Sleman. Usaha kuliner tersebut kini menjadi jalan hijrah dan pembuktian bahwa seseorang bisa berubah serta berkontribusi positif bagi masyarakat.
"Yang penting kita harus pakai akal sehat. Kalau ada kajian yang bertentangan dengan Pancasila, segera tinggalkan," pesannya.
Cerita Ismail menjadi pengingat bahwa pencegahan terorisme tidak hanya soal keamanan, tapi juga membuka ruang rehabilitasi dan deradikalisasi bagi mereka yang ingin kembali ke jalan damai. (Ayu)