Krjogja.com - SLEMAN - BEM UGM, UNY, UPN, dan BEM Fisipol UMY menggelar diskusi bersama pada Sabtu, (6/7/2025) pukul 15.30 di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk menuntut praktik tambang di Daerah Istimewa Yogyakarta yang lebih berkeadilan.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyuarakan keresahan terhadap praktik tambang yang dinilai memperparah kerusakan lingkungan dan minimnya pelibatan dalam proses penerbitan izin pertambangan.
Ketua Departemen Analisis Isu dan Strategis (ANSTRAT) UGM, Bintang Muhammad, menyatakan bahwa praktik pertambangan seringkali menimbulkan persoalan luas bagi masyarakat. Menurutnya, persoalan tambang tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi menyangkut banyak aspek lainnya, seperti: ekonomi, sosial, dan multiplier efek kepada masyarakat.
Bintang menambahkan, urgensi aksi ini didorong oleh adanya rencana pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DIY yang dijadwalkan pada Agustus atau September mendatang. Ini dinilai sebagai momen kritis untuk menyuarakan aspirasi publik sebelum kebijakan disahkan.
Diskusi ini juga turut menghadirkan sejumlah pembicara kunci, salah satunya perwakilan dari Suarkala serta praktisi hukum, Yogi Zul. Dalam paparannya, ia menyampaikan fakta-fakta lapangan terkait proses perizinan pertambangan.
"Warga seringkali tidak dilibatkan dalam proses perizinan tambang sejak awal. Biasanya, warga hanya diberikan sosialisasi setelah pertambangan tersebut dirancang dan hanya diberikan dua pilihan, yaitu setuju dan tidak setuju." Ungkap Yogi.
Oleh karena itu, mahasiswa menginginkan peraturan mengenai tambang harus mengikuti asas keadilan hukum lingkungan. Dalam hal ini, mahasiswa bersedia menjadi garda terdepan untuk mengadvokasikan proses pertambangan yang berkeadilan bagi masyarakat.
Dengan harapan bahwa hal tersebut dapat dipertimbangkan secara matang dalam Raperda yang akan datang. ( M Alkauthar )