sleman

Masyarakat dan Pemangku Kepentingan di Sleman Tak Boleh Terlena dengan Kondisi Air Bersih Saat Ini

Minggu, 13 Juli 2025 | 15:45 WIB
Ilustrasi air bersih (Pixabay)



Krjogja.com - SLEMAN - Krisis air bersih mulai menghantui wilayah Kabupaten Sleman beberapa waktu terakhir. Komisi C DPRD Sleman mengambil langkah tegas mendorong pengetatan regulasi pembangunan, konservasi lingkungan, serta kolaborasi lintas sektor guna menyelamatkan sumber daya air sebelum terlambat.

Meskipun Sleman dikenal sebagai daerah yang memiliki banyak sumber air, ancaman kekeringan dan pencemaran tidak bisa diabaikan. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman, Sugeng Riyanta, yang mengungkapkan bahwa banyak sumber air di Sleman tidak lagi memenuhi baku mutu kualitas air.

Baca Juga: Satu Dekade, TUKU dan ATSIRI Kolaborasi dalam Memori Wangi

"Pencemaran air di Sleman sebagian besar justru berasal dari aktivitas rumah tangga, bukan industri," ungkap Sugeng dalam talkshow Srawung Sleman bertema 'Mitigasi Air Bersih dikutip, Minggu (13/7/2025).

Kepala Pelaksana BPBD Sleman, Makwan, menyoroti dampak lingkungan dari minimnya kawasan resapan air. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak terlena dengan kondisi saat ini karena menganggap semua baik-baik saja.

"Hari ini air masih mengalir, tapi apakah 10 atau 15 tahun ke depan kita masih bisa menikmatinya. Semua bergantung pada bagaimana kita mengelolanya sekarang," tandas Makwan.

Baca Juga: Rajut Cerita Keberlanjutan, Laporan Keberlanjutan Kilang Pertamina Internasional Raih Penghargaan

Ia mencontohkan banjir di Kali Bedog dan Kali Boyong sebagai dampak hilangnya daya serap tanah. "Air langsung lari ke sungai tanpa sempat meresap. Ini pertanda ketidakseimbangan yang berbahaya," tegasnya.

Menanggapi berbagai temuan dan peringatan tersebut, anggota Komisi C DPRD Sleman, Herman Budi, menilai perlu ada pengawasan lebih ketat terhadap pembangunan perumahan yang dapat memperparah penurunan kualitas air. Krisis air merupakan persoalan lintas sektor yang membutuhkan kerjasama lintas komisi dan lembaga.

"Saat saya masih menjabat lurah, saya terapkan aturan yang membatasi pembangunan perumahan besar, serta menjaga jarak ideal antara sumur dan septic tank. Prinsipnya, pembangunan tidak boleh mengorbankan kualitas air tanah. Komisi C bersama Komisi A, Komisi D, dinas teknis dan PDAM harus bersinergi untuk menyusun strategi jangka panjang yang menyeluruh," tandasnya.

Tak hanya dari sisi regulasi, Komisi C juga mendorong reboisasi di kawasan hulu. Banyak mata air yang tertutup akibat erupsi Merapi dan alih fungsi lahan, yang memperparah kondisi air di musim kering.

"Penghijauan kembali kawasan hulu adalah langkah krusial untuk mengembalikan fungsi hidrologis alam," lanjut Herman.

Sementara, anggota Komisi C lainnya, Chisya Ayu, menyoroti pentingnya pemanfaatan air hujan. Menurut dia, air hujan bisa menjadi alternatif sumber air bersih jika dikelola dengan baik.

"DLH sudah memulai dengan membangun Instalasi Penampungan Air Hujan (IPAH) dan sistem drainase ramah lingkungan di sejumlah titik. Tapi ini harus diperluas dan dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Perlu edukasi yang masif agar warga paham pentingnya menjaga air, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Mulai dari perbaikan sanitasi hingga berhenti membuang limbah sembarangan," pungkas Ayu. (Fxh)

Tags

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB