Sekretaris Jenderal Amnesti Internasional Kumi Naidoo mengatakan raksasa teknologi itu memiliki kendali yang membahayakan bagi kehidupan digital manusia yang berpotensi merusak esensi privasi dan merupakan salah satu tantangan hak asasi manusia yang menentukan di zaman ini.
"Google dan Facebook mendominasi kehidupan modern kita - mengumpulkan kekuatan tak tertandingi atas dunia digital dengan memanen dan memonetisasi data pribadi miliaran orang," katanya.
Laporan itu menyerukan kepada pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang memastikan akses ke layanan online sambil melindungi privasi pengguna.
"Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi masyarakatnya dari pelanggaran hak asasi manusia oleh kedua perusahaan itu," kata Amnesty.
"Tetapi selama dua dekade terakhir, perusahaan teknologi ini sebagian besar telah dibiarkan untuk mengatur sendiri sektor mereka."
Sementara itu, Facebook membantah tudingan ini dan menyebut laporan Amnesti Internasional tidak akurat dan menyatakan sangat keberatan model bisnisnya dikategorikan sebagai berbasis pengawasan.
Dalam sebuah surat yang dilampirkan pada laporan Amnesti, Direktur Privasi dan Kebijakan Publik Facebook, Steve Satterfield mengatakan model bisnis perusahaan mereka adalah bisnis yang memungkinkan pihaknya memberikan layanan penting di mana orang dapat menggunakan hak asasi manusia yang mendasar yakni menyuarakan pendapat mereka (kebebasan berekspresi) dan dapat terhubung (kebebasan berserikat dan berkumpul) ".