Disampaikan Ketua Pokdarwis Pandanaran Desa Wisata Kandri, Syaeful Ansori, yang dijual didesanya adalah aktifitas kehidupan warga terutama dari sisi pertanian. Di luar faktor-faktor tersebut, budaya, alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga, juga dijual untuk melengkapi atraksi dan eksperien (pengalaman) para wisatawan.
Didesa yang sering mendapatkan penghargaan dari pemerintah maupun lembaga pemerhati wisata itu, diantaranya juara III Jambore Pokdarwis Tahun 2018, Trisakti Tourism Award Tahun 2021 dan penetapan sebagai desa wisata berkelanjutan oleh pemerintah Tahun 2021 ini, kita juga bisa berswa foto di beberapa spot foto yang ada. Ditempat ini, kita juga bisa menikmati makanan khas yakni Sego Kethek, dan juga membawa oleh-oleh khasnya berupa aneka makanan dan cemilan dengan bahan baku singkong, seperti Wingsing, Jenang Tape, Dodol Tape, Sikela, Gethuk, aneka Kripik dan Criping Singkong, dan yang lain.
[crosslink_1]
"Di desa kami juga memiliki kearifan budaya lokal yang dikemas dalam Kelender Kegiatan Tahunan, seperti Prosesi dan Kirab Budaya Sesaji Rewanda, Mahakarya Legenda Gua Kreo, Nyadran Desa, Nyadran Kubur, Nyadran Kali, Barikan dan Sedekah Waduk. Wisatawan juga bisa ikut tanam padi, panen jambu kristal, out bond dan sebagainya," jelasnya.
Usai mendapat penjelasan dari pengelola Desa Wisata Kandri, para peserta diantar ke home stay. Setelah beristirahat sejak dan mandi, para peserta dijamu makan malam oleh Pemkot Semarang, di 'Kampung Jawi'. Wisata kuliner di Kelurahan Sukorejo masih di Kecamatan Gunungpati ini, baru saja mendapat penghargaan Trisakti Tourism Award dari DPP PDI Perjuangan Kategori Desa Wisata Kuliner. Saat masuk ke Kampung Jawi, pengunjung langsung disuguhi suasana tempat makan dengan inovasi angkringan dipinggir kali. Meja kursi untuk pengunjung sengaja dibuat sederhana khas desa zaman dulu. Sehingga, tempat ini sangat nikmat jika dikunjungi bersama keluarga, teman maupun saudara.
Sementara kuliner yang dijual mayoritas menu tradisional seperti Pecel, Gudeg, Nasi/Mie Goreng, Tiwul, Jagung Bakar, Gethuk, Lunpia, Jamu Jun, es Gempol, Wedang Roti, dan masih banyak lagi. Berbagai aktivitas yang dilakukan sudah diatur sedemikian rupa sehingga sangat menyerupai kehidupan zaman dulu. Bahkan para penjualnya, memakai pakaian adat jawa seperti jarik, batik dan dilengkapi dengan ikat kepala. Lampunya pun menggunakan obor dan lampu teplok. Tempat makan ini, mulai buka pukul 17.00 WIB setiap harinya.
Yang unik lainnya di tempat ini, yaitu transaksinya. Pengunjung bisa menukar uang rupiah dengan uang 'Kepeng' seharga Rp 3.000 per kepeng. "Kepeng kan alat menukar zaman Majapahit. Ini buat daya tarik saja dan memudah perhitungan saat share profitnya. Kampung Jawi sendiri, dikelola oleh Pokdarwis dan semua pedagangnya merupakan warga sekitar," kata penggagas Kampung Jawi, Siswanto.
Menurut Siswanto, Kampung Jawi yang ia dirikan ini penuh dengan lika liku. Pro dan kontra ditengah masyarakat, sangat dinamis. Bahkan saat awal-awal berdirinya, sempat ada penolakan dari warga. Namun ia tetap nekat. Hingga dirinya dijuluki 'wong edan' (orang gila) oleh sebagian warga yang kontra tersebut. "Dulu sekitar tahun 2012 - 2014 belum seperti ini mas. Dulu masih di bawah pohon jati yang sekarang jadi tempat parkir. Dulu bukanya juga hanya pagi dan pada hari pasaran saja atau lima hari sekali. Ini berlangsung sampai sekitar tahun 2018. Saat mulai sepi, jualan saya pindah malam dan setiap.hari. Awalnya ditentang warga, namun seiring perjalanan waktu dan semakin hari semakin ramai, akhirnya kini ada sekitar 50 warga yang ikut di Kampung Jawi ini. Mereka ada yang jualan, tukang parkir atau tenaga bersih-bersih dan lainnya," ungkapnya.
Ditanya soal omset, pihaknya menyampaikan jika saat ini bisa mencapai Rp 2 hingga Rp 10 juta per malam. "Kalau pas malam minggu, hari libur atau ada event, omset kami bisa mencapai lebih dari Rp 10 juta. Ini saja kami masih ada beberapa yang belum tergarap. Seperti lokasi out bond. Kalau nanti selesai, semoga bisa bertambah lagi omset kami," katanya optimis.
Waktu terus berganti. Tidak terasa sudah dua hari satu malam ikut 'Village Tour' PWI Jateng bareng Pemkot Semarang. Sangat terkesan dan ingin balek lagi lain waktu. Masih banyak yang belum dikunjungi dan diungkap selama dua hari perjalanan. Ternyata berwisata di Kota Semarang, tidak cukup hanya dua hari satu malam. Ini saja baru Semarang sisi barat daya. Belum Semarang Timur (Kota Lama, Lawang Sewu, Simpanglima), Semarang sisi Barat laut (hutan magrove, bandara) serta Semarang Selatan (Banyumanik dan sekitarnya). Karena itu ayo berwisata ke Kota Semarang. Semarang Hebat!(Bag)