Imam Salat Membaca Bismillah Keras, Lirih sampai Tak Basmalah, Ini Penjelasannya

Photo Author
- Selasa, 3 Januari 2023 | 14:20 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sholat subuh berjamaah Masjid Jami Hidayatullah Syarief di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sholat subuh berjamaah Masjid Jami Hidayatullah Syarief di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Krjogja.com - JAKARTA - Salat berjamaah telah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari umat Islam. Sholat dilakukan saat berada di rumah, maupun sedang perjalanan.


Saat berjamaah di masjid berbeda, terkadang ada perbedaan cara pembacaan lafal Bismillah. Ada imam yang mengeraskan bacaan bismillah, namun ada pula yang lirih. Bahkan, ada pula yang tidak membaca bismillah sama sekali.


Bagi awam, tentu ini menuai pertanyaan. Kenapa imam A membaca bismillah dengan keras sebelum awal ayat saat mengimami sholat, B membaca dengan lirih, imam C tampaknya tidak membaca.


Untuk mengurai ini, tulisan Muhammad Iqbal Syauqi, di laman NU bisa menjadi gambaran dan penjelasan kenapa ada perbedaan cara membaca basmalah, seperti di atas.


Dalam masyarakat Islam yang beragam, perbedaan-perbedaan itu adalah keniscayaan. Karena itu, butuh landasan ilmu untuk memahami perbedaan, dan tidak saling menyalahkan.


Dia menjelaskan, perbedaan pendapat ini disebutkan dalam kitab Bidâyatul Mujtahid karya Muhammad Ibnu Rusyd, seorang ulama dari mazhab Maliki. Sebagai informasi, Ibnu Rusyd pengarang kitab Bidâyatul Mujtahid ini juga ahli filsafat yang menulis kitab Tahâfut at-Tahafut (bantahan atas kitab karya Imam al-Ghazali yang berjudul Tahâfutul Falâsifah [Kerancuan para Filsuf], red). Di Eropa Ibnu Rusyd dikenal sebagai ‘Averroes’.


Kembali ke diskusi terkait bacaan basmalah Surat al-Fatihah tadi. Selain dalam Bidâyatul Mujtahid, syarahnya yang berjudul Subulus Salâm karya Imam ash-Shan’ani, atau kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah, salah satu ulama mazhab Ahmad bin Hanbal, bisa dirujuk.





Perbedaan Pembacaan Menurut Ibnu Rusyd


Perbedaan ini dikategorikan Ibnu Rusyd dalam dua sebab: apakah basmalah harus dibaca secara keras (jahr) dalam shalat, dan apakah basmalah merupakan bagian dari Surat al-Fatihah?


Kalangan ulama mazhab ada yang menyebutkan bahwa basmalah tak perlu dibaca dalam al-Fatihah seperti kalangan mazhab Maliki, kemudian ada yang menyebutkan bahwa basmalah tetap dibaca namun secara pelan (sirr) seperti mazhab Ahmad bin Hanbal.


Dan sebagaimana banyak diamalkan di Indonesia dalam mazhab Syafii, basmalah dibaca dalam Surat al-Fatihah sesuai shalat yang dilakukan: pelan untuk shalat yang bacaannya pelan (sirr), dan mengeraskannya di shalat yang jahr.


Menurut Ibnu Rusyd, perbedaan yang paling menonjol adalah dalam penilaian dan pemahaman hadits. Hadits tentang bacaan basmalah Rasulullah secara jahr beberapa di antaranya diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, bahwasanya beliau menyebutkan Nabi membaca basmalah dalam shalat secara jahr.


Hadits dengan maksud serupa juga diriwayatkan oleh Ummu Salamah sebagai berikut:


أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَرَأَ فِي الصَّلَاةِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَعَدَّهَا آيَةً، وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اثْنَيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi membaca ‘bismillahirrahmanirrahim’, dan menganggapnya sebagai satu ayat, dan ‘alhamdu lillahi rabbil ‘alamin’ sebagai yang kedua.” (HR. Abu Dawud).


Kalangan mazhab Maliki, sebagaimana disebutkan Ibnu Rusyd, salah satunya merujuk hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik dan Ibnu Abdullah bin Mughaffal, bahwa Nabi dan beberapa sahabat tidak membaca basmalah Surat al-Fatihah saat shalat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X