Faktanya dalam Pemilu lalu, kata Najib banyak pelanggaran yang terjadi. “Bekas pelanggaran Pemilu 2019 masih belum hilang. Termasuk terjadinya politik uang. Dimana-mana ada. Tetapi ngak punya bukti,” ujar Najib.
Masyarakat yang menemukan adanya politik uang, ketika diminta untuk melaporkan ternyata tidak mau.
Selain politik uang, potensi pelanggaran lainnya adalah ketidaknetralan TNI/Polri, ASN dan kepada desa. Politik identitas (SARA) hingga penyalahgunaan anggaran. Munculnya hoax juga menjadi persoalan di setiap Pemilu. Disamping itu juga ketidakcermatan dalam penghitungan suara.
Sedangkan Hamdan Kurniawan bahwa Pemilu 2024 memiliki tantangan tersediri dibandingkan Pemilu sebelumnya. Dalam pelaksanaannya ke depan, diharapkan tidak terjadi korban lebih petugas. Karena itu rekrutmen petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) selain dapat berusia 17 tahun juga tidak boleh lebih dari 55 tahun terhitung pada hari pemungutan suara. Selain itu juga diutamakan tidak komorbid.
Hamdan berharap saat pemungutasn suara untuk pemilihan presiden, anggota legislative pada 14 Februari 2024 dan pemilihan kepala daerah 27 November 2024 dapat terlaksana dengan baik. Partisipasi pemilih diharapkan juga lebih baik.
Afrio Sunarno dalam kesempatan itu mengungkapkan di wilayah Kemantren Mantrijeron, dalam Pemilu lalu memang sempat muncul letupan-letupan. Namun situasinya masih tetap kondusif. Diharapkan dalam Pemilu 2024, bisa lebih baik dan lebih lancer pelaksanaannya.
“Kami harapkan kepada pemilih, ketika memilih calon pemimpin tidak melihat ‘bajunya’ tetapi lebih melihat orangnya. Yakni orang yang betul-betul mampu memimpin rakyat dan menjadi puncak birokrasi,” ujarnya.
Sub Koordinator Pendidikan Politik Kesbangpol DIY, Sih Utami, mengatakan, pada persiapan Pemilu tersebut ada banyak hal yang harus dilakukan. Diharapkan dengan adanya Workshop ini, selain meningkatkan kesiapan menghadapi Pemilu 2024, juga mampu membawa dalam Pemilu yang baik dan bermartabat. (*)