YOGYA, KRJOGJA.com - Warga DIY yang tergabung dalam Pekerja Sektor Informal Kota Yogyakarta mendatangi DPRD DIY, Selasa (26/1/2021). Warga mengaku sudah jauh terperosok ke dalam lubang pandemi Covid-19 yang bahkan lebih memberatkan untuk bangkit secara ekonomi setelah adanya Pengetatan secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM).
Denta Julian Sukma, Perwakilan Pekerja Sektor Informal Kota Yogyakarta mengatakan selama PTKM usaha dan pekerjaan warga benar-benar sulit. Menurut dia, perpanjangan PTKM dua minggu kedepan dinilai lebih menenggelamkan mereka dalam lubang dalam secara ekonomi.
“Kami harus menghidupi keluarga dan punya kebutuhan dan tanggungjawab lain yang harus dipenuhi. Kami sangat begitu semakin mendalam penderitaan kami. Sebenarnya sudah menderita sejak awal pandemi, tapi ini semakin mendalam. Kami kecewa dengan kebijakan Pemda DIY. Covid ini mau ke mana aja tak tahu tujuan, tak tahu tempat dan waktu. Ini mengapa kami pertanyakan pembatasan jam 8 malam padahal kan pagi juga ada Covid,†ungkapnya dalam pertemuan di lobi DPRD DIY.
Penerapan batasan jam buka ruang usaha menurut para pekerja juga terkesan tidak jelas. Aturan di ranah kebijakan atas dan penegakan di bawah dirasakan tidak sinkron dan hanya merugikan warga semata.
“Yang terjadi, aktivitas orang terbatas, menghabiskan pekerjaan dalam waktu padat akhirnya berkerumun. Kecenderungan ini harus jadi catatan pemda dalam mengambil kebijakan. Ada perbedaan pemahaman dari Instruksi Gubernur dengan implementasi di lapangan. Ingubnya bicara hanya mall dan pusat perbelanjaan yang tutup pukul 20.00 WIB, namun semua kemudian diminta tutup jam itu. Padahal ada aturan juga 25 persen kapasitas untuk restoran dan rumah makan dengan jam yang tidak diatur,†ungkapnya lagi.
Selama dua minggu ini, warga menurut Denta seolah menjadi maling yang kejar-kejaran sembunyi dari Satpol PP. Mereka mengklaim telah menerapkan protokol kesehatan, namun tetap ditindak dan diminta menutup ruang usahanya selepas pukul 19.00 WIB.
“Ternyata dari BPBD DIY menjelaskan dengan detail tentang Ingubnya, dan harusnya pemahaman bersama boleh buka, sesuai biasanya, harus sampai di tingkat kecamatan ya dari provinsi. Kalau memang tetap boleh dengan pengetatan prokes ya harus jadi kesepakatan bersama diterapkan. Tapi kami berharap cepat tindaklanjutnya, hidup kami sekarang dari detik, bukan lagi hari atau bulan. Kalau bisa satu dua hari dievaluasi, ini mengapa kami hadir ke dewan,†tegas dia.
Sofyan Setyo Darmawan, Sekretaris Komisi D DPRD DIY, yang menemui para pekerja mengamini ada perbedaan persepsi antara aturan dengan implementasi di lapangan. Kebijakan pembatasan waktu buka menurut Sofyan juga dirasa harus dipertegas dalam sisa waktu.
“Seharusnya yang diperketat adalah protokol kesehatannya, bukan waktunya yang diperketat. Ini justru waktunya yang harus dilonggarkan agar tak memicu kerumunan. Ini seperti anak sekolah saat dapat waktu istirahat 15 menit, pasti kantin penuh, berkerumun biar dapat makan atau minum. Logika ini benar, jam 10 tutup jadi jalan tengah. Konsekuensinya perketat protokol kesehatan, Pol PP tugasnya sampai malam nuwun sewu agar protokol kesehatan ketat. Ketika waktu diperpanjang ya tidak akan jadi berkerumun, asumsinya orang tak akan berkerumun,†tegas Sofyan.
Sofyan mendorong penerapan penegakan di lapangan disesuaikan terhadap aturan yang ditegaskan dalam Instruksi Gubernur DIY dan aturan turunan di bawahnya. Hal tersebut agar tak membuat warga dengan Satpol PP berselisih paham yang justru tak menyelesaikan pandemi Covid.
“Ya sudah kita baca tulisan dalam Ingub itu dulu saja. Warung makan tidak ada jam-jam hanya ditegaskan protokol kesehatan. Yang ditulis kan mall dan pusat perbelanjaan saja. Kalau ada Pol PP lewat, kalau lelihatan padat pasti ditegur tapi kalau tak kelihatan berkerumun pasti tidak akan ditindak. Musuh kita itu sekali lagi covid bukan masyarakat, jangan justru tercipta pertentangan antar masyarakat,†sambung dia.