PERISTIWA celeng mengamuk di lereng Gunung Slamet wilayah Kecamatan Kedungbanteng Banyumas hingga melukai lima orang dan bahkan seorang diantaranya tewas mengundang keprihatinan. Alam dan manusia yang semestinya bisa hidup berdampingan namun justru melahirkan sumber petaka.
Banyak perkiraan muncul dibalik fenomena ngamuknya celeng alias babi hutan tersebut. Teori paling kuat yakni stok makanan di tengah hutan yang telah menipis sehingga celeng memilih keluar menuju ke permukiman warga. Selain itu hilangnya predator di atas babi hutan dalam rantai makanan juga dituding jadi alasan mengapa binatang ini keluar hutan.
Baca juga :
Korban Serangan Celeng Bertambah Jadi Lima Orang
Celeng Gunung Slamet Ngamuk, 4 Warga Terluka
Innalilahi..Korban Srudukan Celeng Gunung Slamet Meninggal
Dibalik itu semua, celeng sebenarnya merupakan bintang yang pandai. Seperti satwa liar pada umumnya, babi hutan memiliki agresifitas yang tinggi terutama bilamana berhadapan dengan manusia.
Babi hutan memiliki nama ilmiah Sus Scrofa yang merupkaan nenek moyang babi liar yang kemudian menurunkan babi ternak. Binatang ini merupakan omnivora atau pemakan segalanya yang berburu mangsa baik pada siang maupun malam hari.
Daerah penyebaran celeng di hutan-hutan Eropa Tengah, Mediterania (termasuk Pegunungan Atlas di Afrika Tengah) dan sebagian besar Asia hingga paling selatan di Indonesia. Di Indonesia populasi binatang ini hampir merata di seluruh hutan.