YOGYA, KRJOGJA.com - Penetapan tarif ojek onlie (ojol) sesuai Kepmen Perhubungan No 348/2019 yang berlaku beberapa hari yang lalu dinilai dapat mengganggu kesejahteraan para driver mitra perusahaan penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi tersebut.
Menurut Ketua Tim Peneliti Reasearch Institute of Socio-Economic Development (RiSED) Rumaya Batubara, hal itu disebabkan karena angka tarif yang ditetapkan pemerintah masih dinilai tinggi dan berpotensi menurunan permintaan konsumen terhadap layanan ojol. "Saya khawatir kebijakan kenaikan tarif ini justru tidak akan diikuti oleh peningkatan kesejahteraan pengemudi, malah justru menggerus pendapatan pengemudi itu sendiri," kata dia.
Konsumen, papar Rumaya, dari hasil penelitian RiSED, hampir 72% diantaranya menyatakan bakal meninggalkan ojek online, karena mereka keberatan dengan pengeluaran yang lebih dari Rp 5.000 per hari akibat kenaikan tarif ojol.Â
Pakar Ekonomi DIY sekaligus Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta Edi Suandi Hamid menilai aturan pemerintah itu harus dilihat dari sisi pengaruhnya. Apabila aturan tersebut bisa mendatangkan insentif untuk semua pihak, ketentuan itu harus dilanjutkan. "Kalau bikin tarif lebih mahal hanya untuk melindungi pengojek, itu justru bisa sebaliknya. Karena kalau terlalu mahal, pengguna jasa ojek online akan menurun. Bukan berarti tarif meningkat pendapatan akan meningkat, tidak akan selaku begitu," papar dia.
BACA JUGA :
Berlaku Hari Ini, Tarif Minimal Ojek Online Rp 10.000
Regulasi Ojek Online Resmi Mulai 1 Mei, Tarif Minimal Mulai Rp 8 Ribu