Kaum transgender yang hidup di Yogyakarta harus berjuang keras untuk bisa hidup ditengah stigma normal dan tidak normal. Stigma itu juga kerap membuat mereka mengalami diskriminasi hak dan kekerasan.Â
Masalah ibadah juga menjadi perhatian Shinta kepada kawan-kawan transgender. Shinta selalu mengajak dan memberi ruang bagi para waria untuk dapat beribadah kepada Tuhan seutuhnya. Meskipun orang menganggap ibadah waria tidak diterima, namun menurut Shinta urusan diterima atau tidak hanya Tuhan yang tahu.Â
"Para waria sadar, ketika kita beribadah di masjid atau di tempat ibadah yang umum, pasti adanya ketidak nyamanan, apakah kami tidak punya hak untuk beribadah? Untuk itu, saya mendirikan pondok pesantren bagi waria agar kami bisa lebih dekat dengan Tuhan," kata Shinta.
Shinta mendirikan pondok pesantern semata-mata agar para waria bisa mengaji bisa baca tulis dan lebih bisa mengenal agama dan Tuhannya. "Biar hidupnya waria tidak soal cari uang, uang dan uang," tambahnya.
Pondok Pesantren yang dirikan merupakan rumah pribadi Shinta sendiri yang terletak dikawasan Kota Gede. Shinta membuka seluas-luasnya pesantrennya untuk kegiatan keagamaan bagi para waria.
"Kita melakakukan kegiatan keagamaan seminggu sekali setiap Sabtu sore, ada ustad juga yang sudah mendampingi kita untuk belajar agama," jelasnya.
Berkat pondok pesantren yang Shinta dirikan dengan bantuan para ustad dan warga masyarakat, sekarang sudah ada 10 waria yang sudah lancar membaca Al-Qur'an. Para ustad yang mendampingi Shinta beserta kawan-kawanya berasal dari banyak kalangan, seperti salah satunya yang berasal dari Universitas ternama di Yogya.
Dihari perempuan internasional saat ini, Shinta juga mengucapkan selamat bagi para perempuan hebat di dunia. "Semoga tidak ada lagi tindak diskriminasi bagi para wanita," pungkasnya.(Ive)