Sultan Ingatkan Perang Generasi Keempat

Photo Author
- Minggu, 29 Juli 2018 | 10:07 WIB

YOGYA, KRJOGJA.com - Gubernur Propinsi DIY Sri Sultan Hamangkubuwono X mengingatkan 'proxy war' atau perang generasi keempat yang tidak mengandalkan persenjataan kuat atau pengerahan besar-besaran prajurit, namun mampu merusak budaya dan moral bangsa.

"Indonesia saat ini terjangkiti virus generasi keempat atau G-4. Masuknya LGBT dikuatirkan mampu menggantikan budaya atau menggantikan pertumpahan darah sebagaimana dikenal dalam peperangan generasi sebelumnya. G-4 sendiri mampu mengubah fikiran (mindset) dan gaya hidup generasi muda," ungkap Sultan saat membacakan pidato sebelum pagelaran wayang kulit dalam rangkaian satu dasawarsaMuseum Sandi Nasional ke-10 di Yogakarta, Sabtu (28/08/2018) malam.

Sultan menjelaskan perang generasi keempat ini atau proxy war tidak mengandalkan kecanggihan alat militer, namun terselubung dengan mamanfaatkan kekuatan pihak ketiga untuk menghancurkan musuhnya. Perang ini terselubung dengan memanfaatkan soft power melalui penghancuran budaya, ekonomi sampai tejadinya kehancuran suatu negara yang haurus diwaspadai.

"Proxy war dilancarkan dengan modus asimetris, tidak dibatasi alat tempur dan senjata. G-4 sendiri mulai masuk di Indonesia sejak tahun 2000 dimana para ahli dibantu asing mulai melancarkan aktifitasnya seperti dilakukannya Amandemen UUD Tahun 1945. Indonesia saat ini menjadi incaran karena memiliki wilayah luas. Bahkan, Indonesia dikelilingi hegemoni militer dan ekonomi dunia," tegas Sultan.

Sultan menjelaskan perang generasi pertama adalah secara tradisional dan perang generasi kedua merupakan perang kota. Sedangkan perang generasi ketiga adalah perang modern dengan melibatkan beberapa negara seperti yang terjadi pada perang dunia pertama dan ketiga. Adapun perang generasi keempat yang tidak terasa dan bersifat jangka panjang. Namun, dampaknya sama-sama  menghancurkan suatu bangsa.

"Rapuhnya NKRI dan tergerusnya Pancasila merupakan dampak adanya perang generasi keempat ini. Dampak negatif lainnya adalah mudahnya generasi bangsa mengunduh infomasi atau hal lain yang merusak modal. Karena itu diperlukan penguatan mental, menguatkan kembali persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa," pungkas Sultan.

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Dr. Djoko Setiadi, M.Si menjelaskan pagelaran wayang kulit bertajuk Pandawa Mbangun Pura Kencana dengan Daang Ki Gebes Taat Sumbogo merupakan perwujudan rasa syukur atas capaian prestasi yang telah ditorehkan Museum Sandi selama sepuluh tahun mengabdi untuk Indonesia. Selain itu, sebagai pengingat untuk terus menghayati dinamika sejarah perjuangan pengamanan informasi dan komunikasi semenjak proklamasi kemerdekaan Indonesia hingga saat ini.

"Filosofi lakon tersebut selaras dengan komitmen BSSN untuk senantiasa meningkatkan perannya dalam menghadapi tantangan keamanan siber di era digital saat ini."

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: tomi

Tags

Rekomendasi

Terkini

X