Selama 5 tahun itu pula aku bertanya-tanya, kalau memang benar dia menganggapku tidak lebih dari seorang teman, kalau memang benar dia tidak memiliki perasaan lebih, kenapa dia membawaku sampai sejauh itu?
Apa yang ia pikirkan waktu itu? Why he did that to me? Tapi ia sudah mengatakan bahwa aku hanya teman baginya. Dengan ia mengatakan bahwa aku hanya teman, aku merasa tidak berhak atas penjelasan apapun. Akhirnya aku terpaksa mencari jawaban sendiri. Â
Sempat aku berfikir kalau mungkin ia meninggalkanku begitu saja karena aku begini dan begitu, selama 5 tahun juga aku memperbaiki kekurangan-kekuranganku saking gak maunya hal itu terulang lagi dengan seseorang entah siapa itu nanti.
Menyibukkan diri, makan enak, sering travelling.. Tapi di tengah semua usahaku untuk melupakannya, justru aku melupakannya disaat aku menyerah untuk melupakannya, disaat aku sadar bahwa melupakannya bukan suatu keharusan.
Baca Juga : Aku dan Diriku yang Tidak Pernah Usai (Melupakan Mantan)
Tapi aku masih diusik oleh berbagai pertanyaan soal mengapa ia meninggalkanku dalam kebingungan, mengapa ia menganggapku teman setelah semua itu. Mau nanya, udah lama lost contact. Ya aneh banget lah kalau tiba-tiba muncul terus nanyain itu. Kalau gak nanya, ngganggu masa depan (halah). Soalnya aku selalu merasa bahwa itu karena salah dan kurangku. Itu sungguh membebaniku.
Ditengah segala kebimbangan menemukan jawaban, tak kusangka, segala pertanyaan itu terhapus hanya dengan satu kalimat darinya yang muncul pada pukul 3 pagi, beberapa bulan yang lalu.
“Maaf ya, dulu aku jahat banget sama kamu. Aku memang brengsek, aku bangke, aku..†dan segala kalimat penyesalan lainnya. “Sepertinya kita harus berkomunikasi lagi,†lanjutnya.