FENOMENA klithih menjadi momok bagi masyarakat di akhir tahun ini. Sudah banyak korban yang berjatuhan. Tercatat 43 kasus klithih yang terjadi di wilayah hukum Polda DIY selama kurun waktu hampir setahun. Menilik pada Undang-Undang Perlindungan Anak, mereka yang berusia di bawah 18 tahun masuk kategori anak, sehingga fenomena klithih menjadi semakin mengkawatirkan, mengingat baik pelaku maupun korban dari 43 kasus yang ditangani kepolisian, didominasi pelajar. Sangat miris, mengingat Yogyakarta selama ini dikenal sebagai kota pelajar.
Bahkan belakangan ini hampir setiap malam khususnya malam Minggu, polisi mengamankan kelompok pelajar yang membawa senjata tajam maupun benda berbahaya seperti gir maupun pentungan. Tak hanya di Sleman, Kota Yogya dan Bantul, aksi klithih meluas ke wilayah Kulonprogo dan Gunungkidul.
Remaja putri pun, kini tak canggung ikut nglithih. Tewasnya seorang pelajar akibat aksi brutal di Bantul itu, seolah menjadi puncak kegeraman publik atas tindakan kekerasan di jalanan. Polisi turun tangan dengan memproses hukum pelaku klithih yang melakukan kriminalitas. Tindakan tegas yang diberikan kepolisian ini, diharapkan mampu menjadi efek jera, sehingga remaja berpikir dua kali untuk melakukan tindakan kekerasan yang merugikan orang lain.
Pemberantasan klithih memang tak hanya ditumpukan pada polisi, namun seluruh elemen masyarakat harus turun tangan. Menyelamatkan Yogya dari fenomena klithih, mendesak dilakukan, sehingga target Pemda DIY menjadikan Yogya sebagai kota pelajar terbaik se-Asia Tenggara dapat terwujud.
Fenomena klithih, dipastikan masih bakal terjadi pada tahun 2017. Dengan catatan, bila akar permasalahannya tak segera dituntaskan. Perlu peran semua pihak untuk menangani dan paling terdepan adalah keluarga. Mengingat dari hasil penyidikan kepolisian, kurangnya perhatian dan kasih sayang orangtua, menjadi faktor utama para pelaku melakukan klithih.
Krimonolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto mengatakan, akar permasalahan fenomena klithih dimulai dari keluarga. "Jika keluarga membekali anaknya dengan cukup baik, mereka tak akan terpengaruh dengan pergaulan di luar. Jika tidak segera diambil tindakan tegas yang melibatkan banyak pihak, fenomena klithih di kalangan remaja masih akan terjadi pada tahun depan," ujar Suprapto.
Suprapto berharap petugas tidak ragu menindak para pelaku. Melihat fakta, pelaku masih pelajar, Suprapto meminta polisi tetap tegas. Bahkan menurut Suprapto, polisi jangan melihat hanya dari usia pelaku, namun perbuatan yang sudah dilakukan mereka.
Meskipun masih tergolong anak, namun jika itu tindakan kriminal, harus diproses hukum. Ia mencontohkan, bila ada kasus pembunuhan yang melibatkan anak, polisi jangan melihat usia pelaku, namun perbuatannya. Dengan begitu, siapapun kalau membunuh meskipun masih kategori anak, harus diberlakukan pasal pembunuhan dalam KUHP bukan Undang-Undang Perlindungan Anak.