Bersama Bebaskan Yogya dari Klithih

Photo Author
- Jumat, 30 Desember 2016 | 06:30 WIB

"Jangan sampai misal ada orang ingin membunuh orang, mereka menggunakan anak karena hukumannya ringan," tambah Suprapto.

Menurut Suprapto, persoalan yang dihadapi saat ini bukan hanya terkait remaja itu sendiri, namun lebih luas, yakni mencari dalang dan jika ada, harus dicari siapa penyandang dana atas aksi jalanan yang melibatkan remaja tersebut.

Apalagi saat ini, terjadi pergeseran makna klithih. Jika dulu merupakan upaya mengisi waktu luang dengan jalan-jalan, dalam perkembangannya kini klithih diartikan 'memancing' agar terjadi sesuatu atau mencari musuh. Biasanya dilakukan remaja yang kecewa terhadap sesuatu yang tidak terpenuhi dalam kehidupannya. Kini, tidak hanya terbatas pada kelompok mereka. Namun ada kelompok lain ikut bermain. Hal yang mengkhawatirkan, jika mereka sengaja dimanfaatkan  kelompok tertentu untuk sebuah kepentingan. Dalihnya, jika dilakukan anak-anak, sanksi yang diberikan lebih ringan.

Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dofiri mengatakan, fenomena klithih menjadi perhatian jajarannya. Ia mengaku kesulitan menangani anak pelaku klithih. Tindakan tegas yang dilakukan harus terukur, karena ada undang-undang khusus yang dijadikan acuan dalam menangani persoalan anak.

Keluarga, menurut Kapolda, mempunyai peran penting dalam penanganan klithih. Sedangkan, upaya preventif yang dilakukan jajarannya, yakni melakukan patroli dan razia dengan sasaran salah satunya remaja yang nongkrong hingga larut malam.

Kapolres Sleman AKBP Burkan Rudy Satria mengatakan, jajarannya rutin melakukan sosialisasi ke sekolah menjelaskan risiko yang harus dihadapi jika mereka melakukan tindakan kriminalitas.

Ia menambahkan, orangtua juga harus mengecek keberadaan anaknya jika belum di rumah saat jam pulang sekolah. Selain itu, awasi juga apakah anak mereka sampai ke sekolah atau malahan nongkrong dengan temannya. Barang bawaan anak, juga harus dicek karena beberapa kasus ditemukan pelajar membawa senjata tajam atau benda berbahaya lainnya.

Akademisi Fakultas Hukum UGM Prof Dr Sudjito Atmoredjo SH MSi menilai, fenomena klithih bukan hanya lokal, tapi nasional, hanya bentuk dan namanya yang berbeda. Untuk mengantisipasi munculnya aksi tersebut di kalangan pelajar, tidak cukup hanya dengan upaya penangkapan, namun yang lebih penting harus dilakukan upaya penyadaran kepada masyarakat luas, bahwa demokrasi liberal tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia yakni Pancasila.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X