Krjogja.com, YOGYA - Korban mafia tanah apartemen Malioboro City bersama Gerakan Jalan Lurus (GJL) menggelar aksi damai di pusat Kota Yogyakarta, Minggu (13/8/2023) siang.
Mereka menyuarakan perjuangan terhadap pemberantasan mafia tanah sekaligus berharap kasus yang dialami segera menemui jalan keluar.
Edi Hardiyanto salah satu korban mengatakan pihaknya merupakan bagian dari Gerakan Jalan Lurus yang tegas mendeklarasikan perang terhadap mafia tanah.
Sejak 10 tahun terakhir, ia bersama para korban lain berjuang mendapatkan hak karena tak bisa mendapatkan hak atas apartemen yang telah dibayarkan lunas pada pengembang.
"Kami bagian dari GJL, kami ingin mendeklarasikan perang pada mafia tanah, kami adalah korban dari mafia tanah yang saat ini terjadi di apartemen kami. Kami adalah korban sejak 10 tahun lalu yang sampai saat ini belum terselesaikan masalah itu. Jadi kami harapkan Pemda DIY khususnya untuk membantu kami memberikan solusi terkait kasus ini," ungkapnya pada wartawan di sela aksi.
Dalam aksi damai tersebut, para korban memotong tumpeng dan orasi damai di titik nol kilometer.
Sebelumnya mereka menaiki andong berkonvoi dari Tugu menuju Jalan Malioboro dan berakhir di Titik Nol Jogja.
"Tugu ini sebagai barometer kota Jogja dan apartemen kami juga memakai nama label Jogja, Malioboro. Artinya nama Jogja sudah dibawa-bawa dan inilah saatnya gubernur kita, kepala daerah kita bersikap. Harapannya, kami ingin agar pihak pengembang dalam hal ini mafianya tersebut harus segera ditetapkan tersangka oleh Polda DIY, dan kami berharap jangan sampai hanya bonekanya saja yang ditangkap tapi pemiliknya langsung," tegasnya.
Tak kurang menurut Edi, ada 200 korban di apartemen tersebut dengan kerugian beragam antara Rp 300 hingga 400 juta.
Mereka tak kunjung mendapat Akta Jual Beli dan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun.
Sementara, Ketua Umum GJL, Riyanta mengatakan pihaknya memiliki konsern agar GJL bisa memberikan advokasi sosial khususnya terhadap kasus-kasus yang selama ini tidak berjalan dengan baik.
GJL menurut dia terus menyuarakan hal yang terjadi sesuai kebenaran.
"Di kasus-kasus yang tidak berjalan, bantuan advokasi GJL kita berharap untuk bisa diudari, jadi tanpa harus merugikan pihak-pihak yang berprahara. Jadi prinsipnya GJL itu seng bener dibenerke, sek salah disalahke. Jadi suatu misal dalam masalah perdata, A salah ya disalahkan, B benar ya dibenarkan. Tidak memandang strata sosial, baik anggota DPR, jendral, sepanjang benar yang diberikan, tapi sepanjang itu salah ya disampaikan itu salah. Jadi jangan sampai kita merusak tatanan keadilan Indonesia," pungkasnya. (Fxh)