Makna Jalan Pangurakan, Simbol Mengusir Hal Negatif dan Jiwa Kotor 

Photo Author
- Jumat, 8 September 2023 | 17:47 WIB
Salah satunya Jalan Pangurakan yang jadi penghubung antara kawasan Nol KM Yogya di sisi utara dengan area Kraton Yogyakarta di sisi selatan. (Foto Istimewa)
Salah satunya Jalan Pangurakan yang jadi penghubung antara kawasan Nol KM Yogya di sisi utara dengan area Kraton Yogyakarta di sisi selatan. (Foto Istimewa)

Krjogja.com - KAWASAN Sumbu Filosofi dikenal mempunyai sejumlah atribut yang kaya dengan sejarah dan makna mendalam di balik keberadaannya. Salah satunya Jalan Pangurakan yang jadi penghubung antara kawasan Nol KM Yogya di sisi utara dengan area Kraton Yogyakarta di sisi selatan. 

Sejumlah jalan di kawasan Sumbu Filosofi mulai dari sisi selatan mengarah ke utara dulunya masih dinamai dengan sebutan lain. Pada 2013 penyebutan nama jalan dikembalikan sesuai dengan sejarah dan filosofi yang terkandung di dalamnya.

Ketiganya yakni Jalan Trikora menjadi Jalan Pangurakan Jalan Jenderal Ahmad Yani menjadi Margo Mulyo dan Jalan Pengeran Mangkubumi dikembalikan menjadi Jalan Margo Utomo. Seperti jalan lain di area Sumbu Filosofi, Jalan Pangurakan juga mempunyai makna yang terkandung di dalam penggal jalan tersebut. 

Baca Juga: Kampung Minggiran, Kawasan Penyangga Sumbu Filosofi yang Sarat Makna

Makna Jalan Pangurakan tidak bisa dilepaskan dari satu kesatuan yang menghubungkan Sumbu Filosofi mulai dari Panggung Krapyak-Kraton Yogyakarta-Tugu Pal Putih atau konsep Hablun min Annas (hubungan manusia dengan sesamanya) dan Hablun min Allah (hubungan manusia dengan Tuhan). 

Filosofi konsep perjalanan hidup manusia itu dimulai dari Panggung Krapyak ke sisi utara yakni awal kelahiran atau rahim untuk kemudian berlanjut tumbuh menjadi dewasa, menikah sampai melahirkan anak (sangkaning dumadi). Kemudian dari Tugu Pal Putih ke selatan menggambarkan perjalanan manusia menghadap Sang Kholiq (paraning dumadi). Golong gilig melambangkan bersatunya cipta, rasa dan karsa yang dilandasi kesucian hati. 

Letak Kraton Yogyakarta sebagai titik sentral ini dihubungkan dengan Jalan Pangurakan yang  berada di tengah dari sisi utara atau Tugu Pal Putih. Sebelum menuju Kraton Yogyakarta manusia melewati Jalan Margatama (jalan menuju keutamaan) ke arah selatan melalui Malioboro (memakai obor/pedoman ilmu yang diajarkan para wali), terus ke selatan melalui Margamulya, kemudian melalui Pangurakan (mengusir nafsu yang negatif).

Baca Juga: Penetapan Sumbu Filosofi Masuki Babak Akhir

"Pangurakan itu berasal dari kata urak, artinya kalau ada Abdi Dalem atau warga yang punya kesalahan di zaman dulu atau dijatuhi hukuman misalnya hukuman buang itu dikeluarkan melalui jalan itu, makanya namanya Pangurakan," jelas Penghageng KHP Widya Budaya Kraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rintaiswara. 

Jalan Pangurakan juga menandakan penyucian diri serta menghilangkan niat jahat dan buruk sebelum memasuki kawasan Kraton Yogyakarta. "Jiwa seseorang itu harus bersih dari segala macam hal kotor dan prasangka jelek harus ditinggalkan saat melewati Jalan Pangurakan," katanya. 

Di masa lalu terdapat tiga gerbang di Jalan Pangurakan pertama di sisi muka jalan dari arah Malioboro, kedua berada di tengah dan ketiga beberapa meter di sebelah selatan dari jalan itu. Sekarang gerbang atau gapura di Jalan Pangurakan hanya tersisa dua lantaran rusak dan belum dikembalikan seperti semula.

"Dulu memang ada gerbangnya, gerbang pertama Pangurakan kemudian gapura Pangurakan luar dan dalam. Sekarang tinggal yang dua itu," ujarnya. 

Baca Juga: Sumbu Filosofi Yogyakarta Diperkenalkan Lewat City Touring Motor

Sampai sekarang juga terdapat dua pohon beringin yang mengapit Jalan Pangurakan dan dikenal dengan nama Kiai Wok dan Kiai Jenggot. Kiai Wok berada di sisi barat, penamaan pohon itu berasal dari kata brewok yang berarti rambut yang tumbuh di dagu dan pipi belakang. Kiai Jenggot berada di sisi timur, namanya berarti rambut yang tumbuh di janggut.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Primaswolo Sudjono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X