BKKBN DIY : Tekan Stunting Butuh Kolaborasi Seluruh Pihak

Photo Author
- Jumat, 17 November 2023 | 08:10 WIB
 Kader SBH Pangkalan Puskesmas Wonosalam l saat membagikan telur sebagai sumber protein hewani kepada anak-anak sebagai upaya mengantisipasi terjadinya kasus stunting.   (istimewa)
Kader SBH Pangkalan Puskesmas Wonosalam l saat membagikan telur sebagai sumber protein hewani kepada anak-anak sebagai upaya mengantisipasi terjadinya kasus stunting. (istimewa)

Krjogja.com - YOGYA - Saat ini kasus gagal tumbuh gagal kembang pada anak (stunting) menjadi perhatian menyambut Indonesia Emas 2045. Di DIY, gerakan lawan stunting dilakukan 'gropyokan' lintas sektor agar intervensinya lebih maksimal.

Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Andi Ritamariani mengatakan langkah menurunkan angka stunting khususnya di DIY memang membutuhkan kolaborasi dari banyak pihak mulai pemerintah, akademisi, perusahaan swasta hingga media massa. Peran seluruh pihak harus terasa agar angka stunting di DIY bisa mencapai target stunting nasional 14 persen pada 2024.

"Berdasarkan survei 2022 lalu angka stunting di DIY 16,4 persen atau masuk sebagai salah satu dari lima daerah dengan tingkat stunting terendah. Melalui berbagai program percepatan penanggulangan stunting, kami berharap bisa menekan angka kasus dan mencapai target nasional," ungkapnya dalam Forum Koordinasi Jurnalis Program Bangga Kencana di Kantor BKKBN DIY, Kamis (16/11/2023).

Andi yang berpengalaman di Pulau Sulawesi, melempar apresiasi atas komitmen dan inovasi yang dihadirkan pimpinan daerah mulai dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota. Seluruh pihak di DIY disebutkan sangat serius dalam melakukan penanganan stunting.

"Mulai dari kebijakan sampai implementasi, masing-masing punya inovasi dalam mempercepat penurunan kasus tersebut. BKKBN tidak merasa sendiri di sini, dan ini membuat kami semakin optimis," lanjutnya.

Dijelaskan Andi, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stunting, misal rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral serta buruknya keragaman pangan juga sumber protein hewani. Ada pula faktor infeksi pada ibu dan kehamilan remaja.

"Ada hal-hal yang juga harus kita perhatikan seperti jarak kelahiran anak yang pendek. Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih. Stunting ini juga disebabkan masalah asupan gizi yang dikonsumsi selama kandungan maupun masa balita," imbuhnya.

Sosialisasi, intervensi secara nyata masih sangat diperlukan menurut Andi. Jal tersebut karena pengetahuan orangtua satu dengan lainnya masih berbeda.

"Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum masa kehamilan, serta masa nifas juga jadi perhatian. Multi faktor yang sangat beragam ini membutuhkan intervensi yang paling menentukan yaitu pada 1000 HPK (1000 hari pertama kehidupan )," pungkasnya. (Fxh)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X