Pertanyaan Gibran Soal Greenflation Berbobot dan Faktual, Bukan Recehan

Photo Author
- Senin, 22 Januari 2024 | 14:13 WIB
Ketua DPP Arus Bawah Jokowi, Supriyanto.
Ketua DPP Arus Bawah Jokowi, Supriyanto.

Krjogja.com - YOGYA - Debat cawapres yang digelar KPU, Minggu (21/01/2024) berlangsung seru. Masing-masing cawapres menyampaikan visi misi yang mereka usung, maupun melontarkan pertanyaan untuk beradu ide serta gagasan.

Satu yang cukup menyita perhatian adalah saat sesi tanya jawab antara Gibran Rakabuming Raka kepada Mahfud MD. Cawapres nomor urut 2 itu menanyakan soal Greenflation kepada rivalnya itu.

Mahfud sempat menjawab, namun Gibran menilai jawaban tokoh yang kini menjabat sebagai Menko Polhukam itu belum sesuai apa yang ditanyakan. Saat Gibran menanyakan kembali, Mahfud tak mau menjawab dan menilai pertanyaan itu recehan sehingga tidak perlu dijawab.

Baca Juga: Prabowo Gibran Temui Sultan, Hal Ini yang Dibicarakan

Ketua DPP Arus Bawah Jokowi, Supriyanto menilai pertanyaan yang dilontarkan Gibran bukan recehan seperti apa yang dikatakan Mahfud. Justru sebaliknya, pertanyaan Walikota Solo itu berbobot dan faktual.

"Pertanyaan calon wakil presiden nomor 2 Gibran Rakabuming Raka tentang greenflation atau disebut juga green inflation bukan pertanyaan receh dan mengada-ada seperti tanggapan yang disampaikan oleh Prof Mahfud pada forum tersebut. Ketika kita membahas kebijakan pemerintah yang secara hukum menjadi kebijakan negara terkait pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) dan ekonomi hijau (green economy) yang ramah lingkungan," kata Supriyanto, Senin (22/01/2024).

Ia mengungkapkan greenflation merupakan singkatan dari dua kata yakni green (hijau) dan inflation (inflasi). MAsih menurutnhya, berdasarkan Blog Kamus Cambridge, greenflation diartikan sebagai kenaikan harga akibat peralihan ke ekonomi hijau.

Isu greenflation menjadi persoalan serius bagi Indonesia dalam masa transisi dari energi fosil ke energi terbarukan. Karena itu perlu regulasi pemerintah untuk mengantisipasi kebijakan transisi ekonomi hijau ramah lingkungan sebagai tuntutan global tersebut tidak menimbulkan green inflation pada kenaikan harga dan gejolak sosial.

Kenaikan harga terjadi lantaran perusahaan mengeluarkan anggaran lebih untuk melakukan transisi energi mengingat biaya penggunaan energi hijau dianggap masih lebih mahal dibandingkan fosil.

"Hal tersebut dapat kita lihat pada sektor kelistrikan nasional, mengenai tuntutan pengurangan emisi karbon pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Sesuai tuntutan global mengurangi emisi karbon maka PLN wajib melakukan cofiring dari energi fosil (batubara) ke energi biomassa (wood chip, wood pellet dan cangkang sawit) secara bertahap dari mulai 5% sekarang naik 20% hingga mencapai 100% sepenuhnya tanpa energi fosil Net Zero Emissions," imbuhnya.

Namun masalahnya harga biomassa lebih tinggi dari harga batubara dan produksinya belum sebanyak batubara, sehingga secara bisnis bagi PLN biaya produksinya lebih tinggi. Maka dibutuhkan regulasi pemerintah untuk menjaga keseimbangan ekonomi agar PLN tidak merugi tetapi harga listrik tidak membebani pelaku usaha dan rakyat.

Dengan demiloan tidak terjadi gejolak demonstrasi dan pemogokan nasional seperti kasus demonstrasi rompi kuning di Perancis seperti yang disinggung oleh Gibran dalam debat semalam. Gejola di Paris tersebut bermula dari Presiden Prancis menerapkan kebijakan pengurangan emisi karbon yang menekan sektor transportasi dengan pajak tinggi sehingga pelaku usaha transportasi dan sopir truk protes demonstrasi mogok berhari-hari secara massal.

"Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menerbitkan aturan baru perihal pemanfaatan bahan bakar biomassa sebagai campuran bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2023," kata Wakil Komandan Golf TKN Prabowo Gibran itu.

Maka menurutnya pertanyaan Gibran mengenai greenflation sangat penting untuk dijawab karena publik ingin mengetahui solusi mengatasi dan mengantisipasi gejolak di dalam negeri akibat kenaikan biaya-biaya produksi sektor energi ramah lingkungan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ivan Aditya

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X