Warga Prenggan Kotagede Gaungkan Antikorupsi Via Gending Karawitan Jawa 

Photo Author
- Sabtu, 17 Agustus 2024 | 14:10 WIB
  Sukar menunjukkan gending -gending antikorupsi ciptaannya. KR -Fira Nurfiani 
Sukar menunjukkan gending -gending antikorupsi ciptaannya. KR -Fira Nurfiani 
 
 
 
KRjogja.com, YOGYA - Jenderal Hoegeng pernah berpesan,"Selesaikan pekerjaan dengan kejujuran, karena kita masih bisa makan pakai garam"  Hoegeng merupakan salah satu tokoh Kepolisian Republik 
 
Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia kelima yang bertugas sejak 1968 hingga 1971. Berbeda dengan polisi lainnya di masa itu, Hoegeng tidak mempan disuap dengan memilih lebih baik hidup melarat dari pada menerima suap atau korupsi. 
 
Hoegeng pun pernah dirayu dan disuap seorang pengusaha  yang terlibat kasus penyelundupan. Pengusaha itu meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan dan berusaha mengajak berdamai.
 
Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng, namun sang jendral menolak mentah-mentah dan langsung dikembalikan hadiah tersebut.
 
Apa yang dilakukan Jenderal Hoegeng tersebut patut dijadikan contoh bagi semua kalangan. Kejujuran merupakan kebutuhan penting saat ini. Bukan untuk mendapat pujian, melainkan untuk penyelamatan jiwa anak bangsa dengan menanamkan kejujuran sedini mungkin. Ketidakjujuran ini sama haknya merupakan sebuah virus yang terus meluas dan menyebar ke berbagai lapisan masyarakat 
 
Jujur menjadi semakin langka seiring merebaknya perilaku korupsi yang notabene merupakan salah satu cermin ketidakjujuran. Korupsi telah menjadi masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia dari waktu ke waktu.
 
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI tak kenal lelah terus berupaya menyampaikan nilai-nilai antikorupsi hingga tingkat desa dengan kegiatan bersifat masif dan dapat diikuti seluruh desa di Indonesia.
 
Diharapkan kegiatan ini akan menjadi trigger tidak hanya bagi aparatur desa yang menjalankan sistem pemerintahan desa, namun juga bagi seluruh elemen masyarakat yang ada di desa seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda, dan kaum perempuan untuk turut serta membangun karakter desa, dengan menempatkan integritas/antikorupsi sebagai nilai utama dalam kehidupan sehari-hari.
 
Karena itu, KPK melalui Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat menginisiasi program Desa Antikorupsi. Tujuannya membangun integritas dan nilai-nilai antikorupsi kepada pemerintah dan masyarakat degan memperbaiki tata kelola pemerintahan desa yang berintegritas.
 
Selain itu, memberikan pemahaman dan peningkatan peran serta masyarakat desa dalam upaya mencegah korupsi dan memberantas korupsi.
 
Adapun tahapan pemberdayaan Desa Antikorupsi yaitu penataan tatalaksana, penguatan pengawasan, penguatan kualitas pelayanan publik, penguatan partisipasi masyarakat dan kearifan lokal. Salah satu lokasi percontohan pelaksanaan budaya antikorupsi berbasis keluarga yang dinobatkan KPK adalah Kelurahan Prenggan, Kotagede Yogyakarta. Dipilihnya Prenggan, karena masyarakat di kelurahan tersebut masih menjaga dan memelihara berbagai kearifan lokal.
 
Prenggan terpilih menjadi kawasan percontohan implementasi pencegahan korupsi berbasis keluarga pada Agustus 2014 lalu. Prenggan terpilih melihat ada beberapa sikap dan sifat yang membudaya dalam keluarga di Kotagede, yang mencerminkan anti korupsi berupa kejujuran, kesederhanaan, kohesi, dan relasi sosial tinggi yang dimiliki masyarakat Kotagede.
 
Modal sosial tersebut, dinilai KPK tepat untuk menangkal virus korupsi yang makin akut. Nilai-nilai kejujuran itu harus ditanamkan sejak dini. Semua itu harus disemai dan dimulai dari keluarga, bahkan KPK memberikan apresiasi dengan kearifan lokal yang berkembang di Prenggan hingga saat ini masih dilestarikan.
 
Sukarjiyono atau Sukar, warga Prenggan Selatan RT 27 RW 06 Kotagede menyebut upaya menanamkan nilai kejujuran sejak dini tak hanya dilakukan via keluarga semata. Namun dilakukan melalui berbagai pendekatan mulai pendidikan, agama hingga budaya yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat maupun tokoh agama setempat. Meskipun sudah lama menjadi percontohan kampung antikorupsi berbasis keluarga, tetapi warganya tetap mensosialisasikan sampai detik ini.
 
" Sudah ada aksi dari masyarakat, lalu dari tokoh agama, tapi kok kesenian belum ada? Lalu saya dipanggil karena saya pengasuh di karawitan. Saya diminta untuk ikut pelatihan dan membuat gending-gending Jawa karawitan. Saya coba pelan-pelan memasukan lirik anti korupsi, eh udah jadi tiga gending sekarang," tuturnya saat ditemui di Lapangan Karang Kotagede, Rabu malam (14/8) lalu.
 
Sebagai pensiunan guru agama yang diperbantukan.sebagai guru karawitan, Sukar mengakui membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menciptakan gending tentang anti korupsi. Begitu gending tersebut selesai lalu dimainkan bersama-sama dengan kelompok karawitan yang ada Prenggan bernama Surya Laras pada 2018. Sejak saat itulah, gending -gending yang liriknya bermuatan antikorupsi trus digaungkan acap kali ada pementasan seni dan gelar budaya.
 
" Gendingnya ada Gambuh, Kui Opo Kui dan Ketawang, ketiganya seiring dibawakan setiap kali latihan rutin setiap malam sabtu secara rutin untuk dewasa dan malam senin untuk Yunior sampai sekarang ini. Korupsi tidak hanya uang, waktu juga. Telat juga termasuk, jadi harus tepat waktu. Itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Yang Dai ya tetap disampaikan, khotib ya disampaikan, acara PKK juga disampaikan," ungkap Sukar.
 
Menurutnya nilai-nilainya antikorupsi lebih mudah disampaikan lewat kearifan lokal seperti pementasan karawitan dengan gending -gending Jawa. Jika dijelaskan dengan pidato antikorupsi jarang yang menyimak tetapi kalau dengan seni itu lebih mengena. Jadi menerangkan ke masyarakat ada banyak caranya, salah satunya via gending-geng Jawa karawitan ini.
 
" Kami terus berupaya untuk menyebarkan nilai-nilai antikorupsi yang sebenarnya sudah tertanam dalam budaya kita yang adiluhung selama ini. Semuanya dikembalikan lagi ke masyarakat, namun setidaknya kita tidak hanya mengacungkan nilai-nilai anti korupsi tetapi sekaligus bisa melestarikan budaya yang sudah ada dan dapat mengena di seluruh lapisan masyarakat," imbuh Sukar. (Ira)
 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agusigit

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X