KRJogja.com - Yogya - Berusaha memenuhi target perusahaan seperti disebutkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), Terdakwa Mantan Direktur PT Taru Martani (PT TM) Nur Achmad Affandi (NAA) tidak punya niat sedikitpun untuk merugikan perusahaan atau keuangan negara.
"Investasi trading emas berjangka dengan PT Midtou Aryacom Futures (PT MAF) merupakan kebijakan selaku Direktur TM atas desakan DPRD DIY untuk menaikkan PAD. Hasil rapat NAS dengan Kadiv Keuangan Agus Riyanto dan Kadiv Penasaran Slamet," tegas Penasihat Hukum NAA (Terbanding) Aviv Dihan Kuntoro SH kepada wartawan, Selasa (24/12).
Baca Juga: Remaja Tewas Tabrak Gerobak Bakso di Jalan Wates - Yogya
Didampingi tim penasihat hukum lainnya Indra Perbawa SH dan Boy Tidarmawan Putra SH, Aviv menegaskan tidak ada mens rea (niat jahat) pada diri Terdakwa dan juga tidak ada bukti yang menunjukkan NAA memperoleh uang atau kekayaan. "Sehingga kami menolak Banding dari Pembanding (KPU)," jelas Afif.
Lebih lanjut dijelaskan rekening atas nama NAA menjadi rekening dalam proses investasi PT TM dengan PT MAF. "Uang keluar yang digunakan lebih banyak untuk kepentingan Top Up dalam upaya menyelamatkan investasi PT TM yang dijalankan NAA selaku Direktur. Jika ada keuntungan digunakan kembali untuk top up," jelasnya
Aviv mengungkapkan, fakta di persidangan tidak ada pernah ada bukti terdakwa memperkaya diri sendiri dan tidak pernah terungkap siapa saja yang diperkaya oleh perbuatan terdakwa.
Baca Juga: Perayaan Natal di Sejumlah Daerah Diprakirakan Diwarnai Hujan
"Dalam menjalankan akun transaksi trading emas terdakwa didampingi Desmi Femitri dan Baizaq Kokoh H yang ternyata tidak memiliki izin sebagai Wakil Pialang Berjangka PT MAF hingga menimbulkan kerugian PT TM," ungkapnya.
Sebelumnya putusan Hakim Tipikor PN Yogya pada NAA, Kamis (21/11) lalu dengan vonis 8 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 17,43 miliar atau sita aset dan penjara 2 tahun kalau tidak bisa mengganti.
Lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 13 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara dan uang pengganti Rp 18,4 M atau sita aset dan penjara 6 tahun kalau tidak bisa mengganti.
"NAA tidak melakukan banding namun karena Jaksa melakukan Banding, untuk keadilan klien kami sesuai fakta hukum, kami ajukan Kontra Memori Banding Terbanding," tandasnya.
Disebutkan Majelis Hakim berpendapat kerugian negara timbul karena kelalaian.
"Seharusnya bisa diselesaikan dengan hukum keperdataan atau hukum administrasi bukan perbuatan pidana. Sehingga kami mohon Majelis Hakim melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, mengembalikan harkat dan martabat Terdakwa," pungkasnya. (Vin)