Krjogja.com - YOGYA - Peristiwa perusakan makam yang terjadi di Kota Yogyakarta dan Bantul masih menjadi perhatian meski pelakunya sudah tertangkap. Latar peristiwa tersebut banyak mengundang rasa penasaran karena terkait dengan isu agama yang rentan menimbulkan perpecahan.
Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY, mengatakan saat ini DIY masih memiliki Pekerjaan Rumah (PR) terkait potensi intoleransi yang terjadi. Di antaranya menurut Eko adalah perusakan makam di empat tempat di Kota Yogyakarta dan Bantul.
"Ini tentu saja menjadi potret betapa sinau Pancasila harus terus digelorakan dan diperkuat. Komisi A mengecam tindak perusakan makam karena bukan saja intoleran tapi melanggar etik dan norma walaupun orang meninggal tetap dijaga martabatnya. Kami menghargai proses hukum tapi melakukan pendampingan agar ke depan pelaku menjadi orang baik wajib dilakukan. Pemda harus menjamin ini tak boleh terjadi lagi. Ini bukan kejadian pertama," ungkapnya, Senin (26/5/2025).
Baca Juga: Keluarga Besar Karo Katolik Yogyakarta Adakan Ziarek
Di samping itu, Bhinneka Tunggal Ika juga terus digelorakan bahwa hidup di Jogja memiliki berbagai perbedaan yang mengharuskan setiap penduduknya saling menghormati. Kejadian perusakan makam diingatkan Eko untuk tak dibawa ke ranah hal lainnya yang menyangkut SARA.
"Ini murni intoleransi yang tak terkait dengan agama masing-masing, atau isu SARA. Saya menyoroti, pelaksanaan Perda Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan nomor 1 tahun 2022 harus dilakukan. Bagaimana Pemda serius melakukan edukasi, pendidikan pada masyarakat," tegasnya.
DIY memiliki Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, juga Perda Ketahanan Keluarga di mana keluarga punya tanggung jawab mendidik anaknya dengan baik. Kesadaran ini dan penanganan bersama harus dibangun dan dilakukan terus menerus.
Baca Juga: FPB Sukoharjo Desak Pesangon dan THR eks Karyawan Sritex Dibayarkan
"Komisi A akan membahas untuk 2026 agar metode sinau Pancasila disesuaikan dengan perkembangan jaman yang ada," pungkasnya.
Sementara, Radjut Sukasworo, Anggota Komisi A DPRD DIY, menegaskan, persoalan perusakan makam secara konstelasi sudah berubah meski secara fisik pelaku sudah ditangkap. Namun di medsos, situasi berubah karena dibenturkan isu antar agama.
"Pelaku disebutkan beragama Kristen tapi keluarga melalui video menyatakan bahwa sejak kelas 6 SD sudah pindah agama. Kalau ini terus berkembang, menjadi bias persoalannya. Kami menghimbau masyarakat untuk mencermati sesuai berita sebenarnya. Mungkin karena keterbatasan pelaku masih muda dan dalam masalah keluarga. Harapannya ini tidak di bawa ke isu SARA," pungkas Radjut. (Fxh)