Begini Kata Pakar Hukum Soal Adanya Dugaan Pidana di Sidang Gugatan Praperadilan Keluarga Suciati Saliman

Photo Author
- Kamis, 5 Juni 2025 | 19:40 WIB
Ilustrasi - Palu hakim pengadilan.  (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Ilustrasi - Palu hakim pengadilan. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)


Krjogja.com - SLEMAN - Sidang praperadilan dengan pemohon keluarga pengelola Masjid Suciati Saliman terhadap Polresta Sleman kembali bergulir dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Gugatan praperadilan ini dilayangkan Rianda Sulistyaningrum, anak kedua pendiri PT. Saliman Riyanto Raharjo, Suciati Saliman.

Gugatan praperadilan tersebut dilayangkan karena Polresta Sleman menghentikan penyidikan laporan Rianda tentang kasus dugaan tindak pidana dalam pengelolaan PT. Saliman Riyanto Raharjo. Pada agenda sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Kamis (5/6/2025), pengadilan memeriksa saksi ahli dari pihak pemohon, yakni Inda Rahadiyan, yang merupakan pakar hukum perseroan.

Dihubungi wartawan setelah sidang, pengajar hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menjelaskan tiga persoalan utama dalam pemeriksaan tersebut. Beberapa yang dijelaskan yakni tentang tugas, wewenang dan tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas.

Baca Juga: Cristiano Ronaldo Cetak Rekor Lagi saat Bawa Portugal ke Final Nations League

Sebagai informasi, laporan yang penyidikannya dihentikan oleh Polresta Sleman menyangkut dugaan pidana tindakan menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau akta notaris di PT Saliman Rianto Raharjo sesuai pasal 266 KUHP. Inda juga menjelaskan soal pelanggaran terhadap fiduciary duty oleh direksi.

"Fiduciary duty adalah kewajiban hukum dan etika bagi seseorang yang bertanggung jawab atas aset atau kepentingan orang lain untuk bertindak dengan itikad baik, bertanggung jawab, dan hanya untuk kepentingan pihak yang dipercayakan," ungkapnya.

Menurut Inda, fiduciary duty ini sangat memungkinkan mengandung unsur perbuatan melawan hukum baik secara perdata maupun secara pidana. Hal ini yang harus digali dan dibuktikan melalui persidangan," sambung dia.

Baca Juga: Hari Ini Kamis 5 Juni 2025, Simak Amalan Malam Takbiran Idul Adha

Adapun poin selanjutnya dalam penjelasan Inda di persidangan adalah soal pengalihan hak atas saham dan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham (RUPS). Menurut dia, RUPS tidak diwajibkan dalam hal pengalihan hak atas saham karena waris.

"Bahwa pembuktian mengenai ada tidaknya unsur pidana semestinya dilakukan dalam proses persidangan. Hal ini sangat penting untuk mencari kebenaran materiil yang dalam bebeberapa hal tidak dapat dijangkau oleh Undang-Undang PT," sambungnya.

Sebelumnya, pada agenda sidang Rabu (4/6/2025), persidangan juga memeriksa M. Arif Setiawan, saksi ahli pemohon selaku pakar pidana. Menurut Arif, keterangannya di persidangan tersebut dilandasi keberatan atas penghentian penyidikan oleh penyidik dari Polresta Sleman.

"Penghentian penyidikan dilakukan oleh penyidik dengan alasan bukan tindak pidana, sedang menurut pemohon, kasus itu kasus pidana yang fakta dan kronologinya juga tidak dibantah oleh penyidik," tambah pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum UII.

Ia memaparkan, penyidik telah menyimpulkan bahwa pihak terlapor selaku direktur PT
bertindak untuk dan atas nama korporasi yang dia pimpin, sehingga terlapor tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Sebab bagi penyidik KUHP tidak mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi.

Adapun pemohon mendasarkan ketentuan dari pasal 59 KUHP, bahwa meski pihak terlapor bertindak untuk dan atas nama korporasi, bukan berarti tidak ada pidana jika melakukan pelanggaran. "Jadi dalam kasus tersebut sebenarnya bukan soal tidak adanya fakta hukum tentang dugaan pelanggaran pasal 266 KUHP, namun soal perbedaan cara melihat pasal 59 KUHP antara pemohon dengan termohon," lanjutnya.

Arif menyatakan, apabila hakim praperadilan sependapat dengan argumentasi pemohon dan mengabulkan permohonan praperadilannya maka hakim akan membatalkan surat perintah penghentian penyidikan dan penetapannya serta memerintahkan penyidik untuk melanjutkan penyidikan. "Sehingga perkaranya wajib diteruskan kepada penuntut umum untuk proses selanjutnya agar kebenaran dan keadilan dapat ditentukan oleh hakim yang nantinya memeriksa dan mengadili perkara tersebut," pungkasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X