Krjogja.com - YOGYA - Ribuan warga Yogyakarta dan wisatawan larut mengikuti tradisi Mubeng Beteng atau tapa bisu pada Kamis (26/6/2025) tengah malam, di momen 1 Suro dalam penanggalan Jawa. Mereka berjalan kaki mengelilingi benteng Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejauh kurang lebih lima kilometer, diam, tanpa berbicara dan tanpa suara sebagai bentuk perenungan, kontemplasi dan doa selama setahun perjalanan dan menyambut tahun baru Jawa atau 1 Muharram.
Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun ini menjadi salah satu bentuk laku spiritual masyarakat Jawa yang merefleksikan kehidupan sepanjang tahun sebelumnya dan memohon keselamatan serta keberkahan di tahun yang baru. Kraton menjadi sentral karena mubeng beteng berasal dari masyarakat.
Baca Juga: Membumikan Empat Pilar dalam Kehidupan Sehari-Hari melalui Nilai Budaya Yogyakarta
“Makna dari Mubeng Beteng ini adalah upaya membentengi diri, benteng etika, benteng keimanan, dan benteng hubungan kita dengan sesama manusia. Ini menjadi ritual bersama untuk berdoa agar tahun yang akan datang lebih baik,” ungkap Ketua Paguyuban Abdi Dalem DIY, KRT Kusumo Negoro disela prosesi.
Kusumo menjelaskan, salah satu ciri khas Mubeng Beteng adalah pelaksanaannya secara bisu, yakni para peserta tidak berbicara sepanjang perjalanan. Dalam suasana sunyi, para peserta berjalan kaki di malam hari mengelilingi beteng Kraton, mulai dari kawasan Kamandungan Lor yang merupakan tempat mulainya prosesi hingga kembali ke titik awal.
“Tapa bisu bukan sekedar diam. Tapi ini adalah momen untuk masuk ke dalam diri, melakukan perenungan, sekaligus mendekatkan diri kepada Tuhan,” jelasnya.
Baca Juga: Nilai IDSD Tinggi, Sukoharjo Daerah Berdaya Saing Nasional
Kusumo menjelaskan Mubeng Beteng merupakan hajat kawula atau inisiatif masyarakat yang ingin melestarikan nilai-nilai budaya dan spiritualitas Jawa. "Kegiatan ini tidak diwajibkan bagi abdi dalem. Yang ikut adalah mereka yang berkehendak saja. Ini menjadi bentuk kerentek batin dari masyarakat yang merasa diayomi Kraton," jelasnya.
Kusumo menambahkan, 1 Suro tahun ini bertepatan dengan tahun Dal dalam siklus delapan tahun kalender Jawa. Tahun Dal dipercaya sebagai tahun istimewa, sehingga sejumlah upacara adat Kraton pun akan digelar lebih besar dari biasanya.
Sebelum tapa bisu dimulai, kegiatan diawali dengan pembacaan Macapat atau tembang-tembang Jawa penuh makna oleh para abdi dalem dan budayawan. Mubeng Beteng menjadi daya tarik tersendiri bagi warga, wisatawan, bahkan generasi muda yang ingin mencari makna baru dalam tradisi lama.
“Laku diam ini menjadi ruang untuk melepaskan penat, memaafkan diri sendiri, dan menyambut tahun baru dengan hati yang bersih,” tandasnya. (Fxh)