Krjogja.com - YOGYA - Seni lukis mural tidak hanya sebagai seni semata,akan tetapi juga mampu menjadi media untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat maupun pemerintah yang dibalut dalam sebuah karya seni. Hal itulah yang coba dilakukan oleh komunitas perupa kampung Ratmakan dengan menuangkan ide dan imajinasinya ditembok sepanjang 10 meter disepanjang Jalan Suryotomo Yogyakarta.
Aksi mural tersebut lahir atas dasar kecintaan dan kepedulian Komunitas Perupa Kampung Ratmakan terhadap Polri yang didukung penuh oleh, Nur Oryza Argo, Ketua RW Kampung Wisata Ratmakan Yogyakarta. Argo menyampaikan bahwa mural tidak selalu negatif.
"Kami dari Komunitas Perupa Kampung Ratmakan mencintai dan mendukung kepolisian dengan sebuah gambaran atau analogi bahwa gambar Maha Patih Gajah Mada adalah tokoh sentral dalam masa kejayaan Nusantara, yang menjadi cikal bakal terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain peran strategisnya sebagai Mahapatih, ia juga dikenal sebagai pencetus Pasukan Bhayangkara,pasukan elit yang bertugas melindungi raja, menjaga kerajaan, serta menciptakan ketertiban dan ketentraman," ungkapnya, Selasa (29/7/2025).
Nama Bhayangkara sendiri dikatakan Argo berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti penjaga, pengawal, atau pelindung keselamatan. Semangat Bhayangkara yang hari ini coba diwarisi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi tantangan tak mudah yang harapannya bisa diemban dengan baik.
"Kita tahu realitasnya saat ini institusi Polri punya beban tugas dan tanggung jawabnya dalam menjaga keamanan serta melayani masyarakat. Polri juga menghadapi tantangan permasalahan internal yang akan dapat berpotensi menjauhkan dari semangat awal Bhayangkara, di mana banyak anggota kepolisian yang kini justru menjadi pelaku pelanggaran hukum dan ketidaktertiban, alih-alih menjadi penjaga hukum, ketertiban, dan hak-hak sipil rakyat. Kami ingatkan melalui mural ini," lanjutnya.
Mural tersebut menjadi medium menyampaikan kritik sebagai bentuk kecintaan mereka pada Polri lewat karya seni visual. Mereka menggunakan ikon Gajah Mada sebagai simbol memori kolektif terhadap era kejayaan Nusantara dan semangat asli Bhayangkara.
Baca Juga: Mahasiswa Menjadi Sasaran Peredaran Narkotika Jenis Baru
Dalam karya tersebut, Gajah Mada divisualisasikan keluar dari dinding dengan tangan kanan memegang logo Tribrata sebagai simbol keprihatinan atas kondisi Polri saat ini. Tindakan tersebut menggambarkan keinginan agar Tribrata sebagai simbol nilai luhur kepolisian dapat kembali disepuhkan, dibersihkan dan bersinar kembali. Tangan kirinya digambarkan sedang membersihkan oknum-oknum kepolisian yang merusak citra institusi tersebut.
Sementara itu, tokoh akademisi Dr. Agus Wahyudi. M.SI, M.A. P.Hd, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM mengatakan apa yang dilakukan dari komunitas seni lukis Yogyakarta Kampung Ratmakan menjadi wujud kepedulian serta apresiasi kinerja kepolisian. Tidak hanya sekedar memberi pesan, Agus Wahyudi juga mengungkapkan bahwa patut diingat pisahnya Polri dari ABRI merupakan hasil kerja dari masyarakat sipil dengan agenda reformasinya.
Baca Juga: Ngobrol Bareng HIPMI DIY, Mentan Amran Pesankan Pengusaha Muda Jangan Terbiasa Putar Proposal
"Ini mengapa di masa sekarang kita sebagai masyarakat sipil punya hak untuk mengontrol kepolisian agar kedepan Polri semakin menjadi lebih baik dan dicintai rakyat. Oleh sebab ittu diharapkan kepolisian dan masyarakat sipil menjadi mitra, masyarakat boleh menyampaikan kritik sebaliknya Polri pun juga harus terus menjaga komitmennya berbenah, sehingga harapan kami Polri semakian profesional dan dicintai masyarakat," pungkasnya. (Fxh)