YOGYA (KR) — Pengemudi ojek daring (ojol) di DIY menjadi motor penggerak meningkatnya konsumsi Pertamax Green 95. Fenomena ini tak hanya mencerminkan kesadaran terhadap bahan bakar ramah lingkungan, tetapi juga semangat anti-diskriminasi energi, karena kelompok ekonomi sensitif biaya justru berani memilih BBM berkualitas demi efisiensi jangka panjang.
Merespons tingginya permintaan, PT Pertamina (Persero) melalui Subholding Commercial & Trading Pertamina Patra Niaga akan menambah dua SPBU baru di DIY yang melayani Pertamax Green 95. Ini melengkapi dua SPBU yang lebih dulu tersedia, yakni SPBU Kyai Mojo (Yogyakarta) dan SPBU Babarsari (Sleman).
“Penambahan outlet merupakan bagian dari uji pasar. Kami melihat antusiasme yang luar biasa, khususnya di Yogyakarta, yang bahkan menjadi anomali positif,” ujar Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga, Taufiq Kurniawan, Senin (4/8).
Taufiq mengungkapkan, sekitar 50 persen konsumen Pertamax Green 95 di DIY berasal dari kalangan ojol. Padahal, BBM ini sebelumnya lebih identik dengan pengguna dari kalangan ekonomi atas.
“Kelompok ini sangat rasional secara ekonomi. Kalau mereka beralih ke Pertamax Green, berarti mereka melihat manfaat jangka panjang, baik dari sisi performa mesin maupun efisiensi biaya,” katanya.
Pertamax Green 95 merupakan bahan bakar hasil campuran 95 persen Pertamax dan 5 persen bioetanol dari molase tebu. Memiliki Research Octane Number (RON) 95, bahan bakar ini menghasilkan pembakaran lebih sempurna dan emisi lebih rendah.
Taufiq menambahkan, kecenderungan antrean Pertalite yang lebih sepi dibanding Pertamax di sejumlah SPBU menunjukkan publik semakin sadar pentingnya energi bersih dan efisien. “Ini menjadi alasan kami mempercepat perluasan distribusi,” ujarnya.
Hingga akhir Juli 2025, Pertamax Green 95 telah tersedia di enam SPBU di Jawa Tengah dan DIY, yaitu tiga di Semarang, dua di DIY, dan satu di Solo. Dua SPBU tambahan di DIY ditargetkan beroperasi mulai awal Agustus.
Pertamina menargetkan delapan titik distribusi Pertamax Green di Jateng dan DIY hingga akhir tahun, namun capaian tersebut diperkirakan akan lebih cepat terealisasi. Di Semarang, konsumsi harian Pertamax Green bahkan telah mencapai 4.000 liter.
Dari sisi suplai, distribusi bioetanol dinyatakan lancar karena bahan baku berasal dari PTPN XI di Jawa Timur. Pertamina juga membuka peluang kemitraan dengan petani tebu lokal di DIY guna memperkuat penyediaan bahan baku berkelanjutan.
“Logistik bukan kendala karena wilayah ini dekat dengan pusat produksi. Ke depan, sinergi dengan petani lokal akan menjadi bagian dari ekosistem energi hijau,” tutur Taufiq.
Dengan tren positif ini, DIY tak hanya mencatatkan prestasi dalam konsumsi energi bersih, tapi juga menunjukkan inklusi sosial, di mana kelompok ekonomi bawah turut berperan dalam transisi menuju energi berkelanjutan.(Ira)