PKB DIY Gelar Tasyakuran Pahlawan Nasional Gus Dur, Ini Falsafah Hidup yang Harus Dilanjutkan

Photo Author
- Jumat, 14 November 2025 | 10:30 WIB
Tasyakuran dan diskusi publik pahlawan nasional Gus Dur.
Tasyakuran dan diskusi publik pahlawan nasional Gus Dur.

Sementara, Wawan Mas’udi, Ph.D., Dekan FISIPOL UGM, menjelaskan alasan di balik penerimaan gelar Pahlawan Nasional Gus Dur yang begitu universal. Ia menyebut gelar tersebut sebagai 'gelar kepahlawanan tanpa kontroversi' di era modern Indonesia.

"Bagi almarhum K.H. Abdurrahman Wahid, gelar kepahlawanan ini memang benar-benar tanpa kontroversi. Semua orang, bukan hanya dari kalangan umat Islam, bukan hanya dari warga Nahdliyin, tapi saya kira seluruh elemen bangsa dari Sabang sampai Merauke sedang menunggu-nunggu inagurasi ini," kata Wawan Mas'udi.

Ia menambahkan, pengakuan ini didukung oleh kajian akademisi luar negeri. Profesor Nathan Franklin dari Charles Darwin University, Australia, bahkan mencatat tiga kontribusi utama Gus Dur. Kontribusi tersebut mencakup peletakan fondasi kelembagaan sosial melalui Wahid Institute, peran penting dalam mengangkat Marwah, harkat dan martabat NU dari stigma tradisional, serta penetapan fondasi PKB sebagai organisasi politik yang inklusif bagi kekuatan Islam tradisional.

Dr. KH. Ahmad Zuhdi Muhdlor, Ketua PWNU DIY, yang membagikan pengalamannya bersama Gus Dur, termasuk menerima surat pribadi berisi apresiasi atas konsistensinya memimpin majalah Bangkit. KH. Zuhdi Muhdlor juga menjelaskan secara rinci pandangan Gus Dur tentang hubungan NU dan PKB.

"Gus Dur mengatakan bahwa PKB didirikan secara resmi oleh PBNU. Hubungan antara NU dengan PKB adalah hubungan organik, bukan hubungan organisasi. Hubungan organik ini mengandung konsekuensi bahwa satu sama yang lain tidak bisa hidup tanpa yang lain," tandasnya.

Baca Juga: Satgas Cs-137: Produk Olahan Charoen Pokphand Indonesia Aman Dari Cesium

Hal ini, lanjutnya, erat kaitannya dengan sikap Gus Dur yang sangat anti terhadap populisme agama, yakni upaya memanfaatkan sentimen agama untuk kepentingan politik atau menyerang pihak lain. Sikap inilah yang mendasari Gus Dur dalam menggelorakan gagasan Pribumisasi Islam, yang sempat menimbulkan perdebatan, seperti ketika ia mengusulkan ucapan salam bisa diganti dengan “Selamat pagi” atau “Selamat siang”.

Pandangan dari perspektif Katholik disampaikan oleh Dr. Romo Martinus Joko Lelono, Imam Projo Keuskupan Agung Semarang sekaligus Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Beliau merasa terhormat dan bersyukur negara menghormati Gus Dur, sosok yang ia ibaratkan sebagai “mercusuar keutamaan”.

"Gus Dur adalah manusia yang sudah purna. Agama itu bukan yang penting untuk ditampilkan, yang lebih penting dari agama adalah kemanusiaan dan bunga-bunga persaudaraan," kata Romo Joko Lelono.

Ia menegaskan bahwa Gus Dur memilih jalur Islam kultural/Nusantara yang bersifat substantif inklusif, bukan Islam politik yang legal eksklusif. Kekaguman utamanya tertuju pada toleransi umat Islam Indonesia yang begitu tinggi.

Ia menegaskan bahwa Gus Dur memilih jalur Islam kultural/Nusantara yang bersifat substantif inklusif, bukan Islam politik yang legal eksklusif. Kekaguman utamanya tertuju pada toleransi umat Islam Indonesia yang begitu tinggi.

Baca Juga: Buntut 'Macet' di Kulonprogo, KAI Bandara Minta Maaf dan Tindak Cepat Gangguan KA YIA

Ia teringat cerita Mahatma Gandhi Ketika diturunkan dari Kereta Api karena dia duduk di kelas eksekutif. "Saya sebagai orang Katolik, saya kalau punya uang ya saya bisa naik kereta eksekutif, tidak ada yang mempermasalahkan. Hebatnya Anda adalah, dalam hukum resmi negara, Anda dengan luar biasa dengan lapang dada memberi ruang yang sama dengan orang-orang yang tidak seagama," ujarnya.

Romo Joko Lelono menutup paparannya dengan menyampaikan bahwa di balik perjuangan pluralisme Gus Dur dan Romo Mangun, ada "hati yang besar" yang menyatukan mereka. Prinsip kemanusiaan universal menjadi fondasi, sebagaimana ia mengutip Ali Bin Abi Thalib: "Mereka yang bukan saudaramu dalam agama adalah saudaramu dalam kemanusiaan," pungkasnya. (Fxh)

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X