yogyakarta

FKBY Desak Cabut Larangan Seni Angklung di Malioboro

Kamis, 6 April 2023 | 09:20 WIB
ilustrasi angklung

Krjogja.com - YOGYA - Forum Keberagaman Budaya Yogyakarta (FKBY) mencabut larangan seni angklung di kawasan Malioboro dan jangan lagi muncul larangan yang bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan undang-undang Republik Indonesia. Hal itu tertuang dalam surat pernyataan terebuka kepada Pj walikota Yogyakarta.


Surat terbuka dengan nara hubung Risang Wiyono ini menilai munculnya pelarangan angklung berkegiatan di Malioboro telah membuka tabir adanya banyak masalah dalam pengelolaan kawasan ini oleh petugas UPT. Salah satu penyebab atau biang keladi masalah ditengarai adanya pejabat publik yang tidak kompeten dan tidak memiliki kapasitas dalam mengelola dan mengembangkan Malioboro.


Karena itu, FPKBY mendorong diadakannya: (1) memberikan teguran kepada pejabat yang menangani Malioboro yang kami nilai tidak kompeten dan tidak memiliki kapasitas dalam menerjemahkan visi pancamulia Gubernur DIY terbukti dengan adanya larangan yang menimbulkan kontroversi; (2) melakukan uji kompetensi ulang bagi pejabat/pegawai yang menangani Malioboro agar mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan Budaya SATRIYA; (3) penyelenggaraan evaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan publik yang menyangkut kedaulatan kebudayaan di DIY.


 


[crosslink_1]


"Perlu adanya fasilitasi bagi grup-grup seni budaya dari berbagai wilayah di nusantara untuk tampil di Malioboro. Perlu diusahakan adanya lokasi permanen untuk pertunjukan seni di lingkungan kawasan Malioboro. Demikian pernyataan sikap dan tuntutan FPKBY terkait dengan pelarangan tampilnya seni angklung di Kawasan Malioboro. Pernyataan dan tuntutan ini kami sampaikan sematamata karena rasa cinta kami kepada Yogyakarta sebagai kota budaya, kota pariwisata, kota pendidikan, dan predikat lainnya yang harus tetap kita pertahankan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih."


Komunitas juga menyampaikan pernyataan bahwa pelarangan seni angklung tampil di Malioboro mencederai rasa keadilan budaya, tindakan diskriminatif terhadap jenis seni budaya tertentu, dan menunjukkan gejala pemiskinan daya budaya dan ekspresi seni di ruang publik. Selain itu mengingkari hakekat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai Indonesia mini sehingga mestinya pradah terhadap kehadiran seni budaya nusantara.



"Pelarangan tersebut mengingkari sejarah panjang Malioboro sebagai ruang terbuka bagi berbagai entitas budaya di Indonesia. Dekade 1960 s.d. 1970-an Malioboro telah memberi contoh sebagai ruang terbuka bagi bertemunya para pengembara kreatif dari berbagai wilayah sehingga lahirlah seniman/sastrawan seperti Umbu Landu Peranggi, Emha Ainun Najib, Mustofa W. Hasyim, Ebiet G. Ade, Linus Suryadi AG, dan lain-lain."


Secara sosio kultural, kata surat pernyataan itu, seni angklung tidak terpisah dari sejarah perkembangan seni di wilayah Mataram. Angklung menjadi bagian instrumen penting dalam seni jatilan dan reog tradisional di sejumlah daerah mataraman. Instrumen angklung yang terbuat dari bambu merupakan simbol kedaulatan ekonomi masyarakat agraris sehingga tidak selayaknya disiasiakan keberadaannya.



"Larangan bagi grup musik angklung tampil di Malioboro melanggar konstitusi UUD 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menyatakan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya," demikian surat itu. (*)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB