yogyakarta

Restu Ayah Hanya Diberikan ke Wagimin Kalau Mau Jadi Pembuat Blangkon

Sabtu, 19 November 2016 | 01:05 WIB

WAGIMIN Darmo Wiyono akhirnya menuruti pilihan orangtuanya. Restu dari ayahnya akhirnya turun setelah ia mau jadi pembuat blangkon, bukan sopir seperti pekerjaan yang ia geluti saat itu.

Sebagai pembuat blangkon, Wagimin memegang sifat jujur dan disiplin. Ia akan jujur terhadap produk yang diminta oleh pelanggannya dan disiplin dalam mengerjakannya. Ayah Wagimin merupakan seorang veteran yang terbiasa menjalani kehidupan dengan serba disiplin. Kebiasaan itu pun akhirnya ditularkan kepada Wagimin.

“Bapak saya itu veteran, buta huruf, tapi sangat disiplin. Saya dididik dengan keras. Dulu sewaktu saya kecil, kalau saya terlambat mandi sore, bukan kata-kata lagi yang berbicara, tapi sebatang kayu yang berbicara. Iya, maksudnya dipukul,” senyum Wagimin pada wajahnya yang keriput mengiringi tawa kecilnya.

Tak sedikitpun ia sedih dalam menceritakan pengalaman tersebut. Menurutnya, cara sang ayah dalam mendidiknya lah yang menjadikan ia dapat menjadi kuat dalam menjalani kehidupan, termasuk rintangan-rintangan yang dihadapinya selama menjalani karir sebagai pembuat blangkon.

Menjadi Pelayan Toko, Kernet Bus, Hingga Restu Sang Ayah




Wagimin Darmo Wiyono (Kurnia Putri Utomo)

Wagimin menikah pada 14 Juli 1972, saat itu usianya kira-kira baru 18 tahun. Sebelum berkeluarga, pekerjaannya adalah menjadi pelayan toko milik sepasang suami istri  Tionghoa. Pekerjaan sehari-hari adalah melayani pelanggan dan berbelanja kebutuhan toko dengan mengawal 4 becak yang mengangkut kebutuhan toko.

Halaman:

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB