Krjogja.com - MENGUNJUNGI tempat bersejarah, yakni ke lokasi bersejarah tempat perundingan Indonesia dan Belanda menandai pentingnya mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan seperti dicontohkan oleh pemimpin.
"Kunjungan ini bagian dari menghikmati jejak kepemimpinan Bung Karno dan Hatta bersama PM Syahrir di tahun awal kemerdekaan, melihat dekat catatan sejarah perundingan Linggarjati soal mendesak Belanda akui kemerdekaan Indonesia. Kita ajak kaum muda senangi sejarah, suka kunjungi museum guna bangkitkan semangat nasionalisme, semangat patriot, cinta tanah air," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY dari fraksi PDI Perjuangan Yogyakarta.
Di museum yang bersejarah inilah jejak perjuangan diplomasi Indonesia dikenali. Gedung Perundingan Linggajati ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Saat ini Gedung Perundingan yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan Pemda Kuningan.
Baca Juga: Kantor KPU Sleman Diserbu Warga, Buntut Anggaran Snack yang Disunat Vendor
Gedung Linggarjati asalnya tahun 1918 adalah gubuk milik Ibu Jasitem beralih tangan pada 1921 ke seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Tersana dan dirombak menjadi bangunan permanen .
Pada 1930 berpindah kepemilikan dan dijadikan rumah tinggal seorang berkebangsaan Belanda Mr. Jacobus (Koos) Van Johannes. Di tahun 1935 rumah tinggal Mr. Van Johannes dikontrak oleh Theo Huitker untuk dijadikan Hotel yang bernama "Rustoord".
Saat Jepang memasuki wilayah Hindia Belanda tahun 1942, Belanda menyerah tanpa syarat yang mengakibatkan berpindah tangannya wilayah Nusantara dari Belanda ke Jepang, tidak terkecuali wilayah Kuningan. Hotel Rustoord diganti namanya menjadi Hotel "Hokayryokan".
Baca Juga: Update Cuaca Jogja Akhir Pekan, Waspada Gelombang Tinggi Hingga Hujan Lebat di Wilayah Tertentu
Pada tanggal 17 Agustus Soekarno dan Hatta atas nama Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
"Bara Nasionalisme menjalar ke seluruh penjuru nusantara, lalu hotel Hokayryokan pun berubah namanya menjadi Hotel Merdeka," kata Eko Suwanto, politisi muda PDI Perjuangan.
Kala Belanda dan Indonesia sepakat berunding, bersama untuk diadakan perundingan. Pihak Belanda menolak berunding bila Jogjakarta jadi tempat perundingan, dan Soekarno-Hatta menolak kalau dilakukan di Jakarta karena tentara Belanda banyak di sana.
Baca Juga: Penyaluran Elpiji 3 Kg Terus Meningkat, Bagaimana Cara Untuk Bisa Tepat Sasaran?
Maria Ulfah, Menteri Sosial Pertama RI, usul dilaksanakan saja di Linggajati, kawasan peristirahatan di Kuningan sebagai tempat perundingan. Selain tidak jauh dari Jakarta dan masih berada di wilayah kekuasaan RI, suasana Kuningan yang sejuk dan nyaman memberikan nilai tambah sebagai tempat perundingan.
Pada tanggal 11-13 November diadakan Perundingan Liggarjati antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda yang menghasilkan Naskah Linggarjati.